Perpanjang KTP *suatu esai perjuangan*

Akhirnya selesai juga KTP saya. Tadi belum jam 8 saya sudah datang. Bodohnya (stupidipity ini sering sekali kambuh) karena mereka lagi apel senin saya menunggu dengan manis di luar, dan ketika mereka selesai apel, ternyata ruangan itu sudah penuh, saya dapat nomor antrian 94. Jam 11 baru saya dapat giliran. Satu jam pertama bertahan, jam berikutnya nekat jalan kaki mutar-mutar pasar Aceh, satu jam kemudian balik lagi menunggu untuk satu jam, baru saya dipanggil. Prosesnya Cuma 10 menit. Nunggunya hampir tiga jam. Jam dua siang KTP saya selesai, saya tersenyum di foto itu. Tidak dipungut biaya sepeserpun, malah dikasi plastik buat laminatingnya. Ah, senangnya.. sampai ketemu tahun 2016 pak, semoga masih ada umur panjang.

Itulah happy ending dari cerita perpanjangan KTP saya. Kalau ini cerpen, maka saya ingin memakai alur mundur. Begini ceritanya..

Percobaan pertama, waktu itu saya masih dalam masa cuti pulang dari haji, saya datang sudah hampir jam sembilan pagi, hari jumat. Saya langsung diberikan nomor antri yang sudah puluhan. Iseng saya bertanya persyaratan pembuatan KTP kepada petugas yang memberikan nomor antri. Sekarang perpanjangan KTP di kantor walikota di layanan satu atapnya. Dalam hati sudah yakin benar, semua persyaratan terpenuhi. Taunya, saya belum punya surat dari keuchik bahwa saya warga gampongnya, alias satu lembar surat keterangan. Maka saya naik becak pulang ke kantor gampong. Proses pembuatan suratnya hanya 10 menit. Setelah selesai dan sedikit salam tempel (padahal yang buat gak minta, salah apa tidak ya?), saya berlari mengejar abang becak minta diantarkan lagi ke kantor walikota. Terengah-engah saya menuju meja nomor antri, berharap bertemu petugas tadi yang mengambil kembali nomor antri saya karena saya ketauan belum punya surat keterangan. Pas ketemu, dia tidak mengenali saya lagi dan bilang saya harus kembali hari senin karena kebetulan itu hari jumat.

Peruntungan kedua, senin pagi, sebelum jam 8 saya sudah parkir di meja antri. Tetap saja terjadi perebutan nomor antri, berhubung saya sudah jago rebutan maka saya dapat nomor antri lima. Saya duduk dengan sumringah, ngobrol kiri kanan, lalu saya dipanggil. Ya, petugas meminta semua persyaratan, dengan bangga saya mengeluarkannya. Lalu fotokopi kartu keluarga, KTP Lama, surat dari Keuchik, dihecter sama petugas. Tiba-tiba dia notice KTP saya masih berlaku sebulan lagi. Menurutnya saya belum bisa membuat KTP baru. Saya ngotot, alasan saya, saya warga negara yang baik, sudah jauh hari mengantisipasi jangan sampai KTP saya mati. Lagipula saya harus keluar kota dalam waktu yang lama. Lalu dia bertanya pada supervisornya dan jawabannya tetap sama. Katanya kalau dua minggu sebelum mati, KTP baru bisa diganti. Duh, pasal mana sih Pak yang menulis itu harus dua minggu baru bisa buat KTP baru, saya pengen lihat peraturannya, baru saya percaya. Seperti sudah bisa ditebak, saya kalah, saya pulang dengan lesu.

Ya, itu kejadian desember tahun lalu. Sudah hampir empat bulan saya tidak punya KTP. Susah sangat mencari waktu untuk minta ijin. Pasti si bos bakal bilang,
“Dek, sudah saatnya adek punya KTP Sabang.”

Maka hari ini saya mengurus KTP dengan judul part three, kali ini dengan niat sambilan, karena sebenarnya di surat ijin saya tertulis saya mengurus hal lain. Satu kayuh dua tiga pulau terampaui..

Jadi silahkan membaca paragraf satu, untuk penutupnya.

Popular posts from this blog

menulis serius

Mimpi Masa Muda

Cut Abang dan Cut Adek Sabang 2011