Posts

Showing posts from November, 2012

Awal dan Akhir

Mungkin, ketika mengakhiri sesuatu, artinya sama dengan mengawali sesuatu. Akhir kadang baik, kadang juga menyakitkan dan awal kadang menyenangkan, kadang juga penuh ketidaknyaman. Awalnya saya tidak terlalu memperhatikan sosok biasa dan bentangan budaya yang terlalu lebar. Saat dia duduk dengan nyaman   dan mempehatikan dengan penuh seluruh ketika saya berbicara, hingga saya kehilangan kata dan terlalu panik menyusun kalimat.    Ketika dia menolong saya dan begitu tulus menjelaskan ini dan itu, tiba-tiba saya tersenyum. Semua hening yang ada, atau beberapa kata dalam sapaan seadanya, maka mungkin cukup untuk memberi warna baru dalam hari. Akhirnya pelan-pelan saya menyadari, semua sudah berakhir dalam kecepatan yang tepat. Ketika cerita tentangnya tak begitu menarik lagi dibandingkan kenangan masa lalu yang cukup indah. Mungkin dia memang benar, menjauh dan membungkus rasa dengan angkuh merupakan yang terbaik untuk kami. Tak ada yang perlu diresahkan toh diam yang dibangun d

Indonesian Weekend

Weekend kemarin saya  habiskan dengan bertemu dengan orang-orang baru  yang sangat ramah dan menarik, saudara sebangsa dan senegara. Saya selalu tertarik dengan cerita orang-orang yang memutuskan untuk tinggal di luar negeri dan meninggalkan sanak saudaranya di Indonesia. Ternyata banyak sekali penyebab mereka berimigrasi, biasanya karena pekerjaan, ikut suami, atau ada keluarga yang duluan menetap di luar negeri. Mungkin karena sedikit jadi ikatan kekeluargaan di antara mereka sangat kuat. Akan tetapi tidak sedikit pula yang memutuskan untuk tidak bergabung dengan komunitas “Indonesia Raya” karena berbagai alasan pribadi. Setelah pengajian, kami juga sempat yasinan untuk suami tuan rumah yang baru saja meninggal dunia. Suasana yasinan ini mengingatkan saya pada tahlilan di kampung saya. Ada beberapa memori yang terbang ketika tangan di angkat berdoa untuk yang sudah duluan pulang ke rahmatullah. Bukankah maut bisa datang dimana saja, termasuk di negeri yang jauh. Pastinya, a

merasa equal

Satu pelajaran yang saya catat dari pengajian kemarin, adalah untuk selalu merasa equal atau merasa sederajat. Merasa equal, dalam hal ini, khususnya ditujukan untuk kemampuan dan performance saya sebagai student. Belajar menjadi equal ternyata, bukan hanya masalah diperlakukan secara equal tapi juga merasa equal, yang harus dimulai dari yang punya pikiran dan perasaan. Buat saya sendiri, wujud perasaan tidak merasa equal itu bisa dikenali dengan penundaan melakukan sesuatu, mencari momen untuk mengatakan sesuatu, atau melupakan dengan pelan apa yang sebenarnya saya inginkan atau butuhkan. Memang kelihatan agak tricky, yang kadang diartikan too polite (terlalu santun) dan too stupid (terlalu bodoh) yang tidak bisa dibedakan secara signifikan batasnya. Tulisan gak jelas ujung pangkalnya ini ditulis saat menunggu nasi beres ditanak, sambil memanaskan lauk yang dibungkus dari pengajian kemarin. Suka saya masalah bungkus membungkus ini, kalau soal ini saya selalu merasa equal unt

November dalam ingatannya

Sepanjang sejarah hidupnya, belum pernah dia seperti itu. Dia bukan seseorang yang tahan duduk berjam-jam memandang layar komputer. Dia bukan pula seseorang yang memiliki jiwa kantoran. Entah kenapa, mungkin juga karena alasan yang sangat kuat, dia mendapati dirinya berjalan keluar kantor saat langit sudah gelap. Dingin sepertinya tak patuh pada jaketnya dan kali ini, dia lupa membawa sarung tangan. Lampu bis berkelap kelip dalam pandangan matanya, meninggalkan begitu saja dirinya yang tiba-tiba membuka mulut dan mengeluarkan uap, ketika menghela nafas pilu. Ketinggalan bis, artinya paling tidak harus sepuluh menit menunggu di halte dalam semua perasaan campur aduk. Apel sebuah, sudah habis ketika perjalanan. Tinggal coklat yang mengganjal lapar yang sudah dari tadi menggoda. Pulang, nasi belum ditanak, udang belum dikeluarkan dari freezer, dan terlebih hatinya belum dihangatkan untuk mengusir semua galau. Menunggu sambil mengingat setiap pagi ketika dia menembus kabu

suatu sore di koeln

Image
membayangkan satu hari, ketika kita jalan bersama melihat gembok-gembok yang dipasang di sepanjang jembatan itu lalu tiba-tiba kamu mengeluarkan sebuah gembok dengan inisial namamu dan namaku, hanya sebuah gembok biasa, gembok dua euro yang kamu beli di toko souvenir maka hati ini pasti terasa hangat meski angin musim dingin mulai menyapa dan jaketku tak terlalu tebal maka hari akan terang benderang meski matahari sejak pagi telah bersembunyi dan tenggelam pelan-pelan dan kita mengaitkannya di sana, seperti semua orang yang jatuh cinta dan percaya gembok itu akan tetap menyatukan mereka meski nanti berkarat termakan hari, hujan, dan panas.. di sana, aku berdiri memandang sungai yang derunya membuatku menepi memelankan langkah, dan patung prajurit berkuda yang kehijauan meneriakkan namamu dengan lantang di sana aku berdiri memandang bangunan megah yang ujungnya meraih langit sibuk dengan bayangan dan namamu, membisikkan doaku pelan.. mungkin untuk yang terakhir k

Happy Tahun Baru Hijriah 1434

Ha, sudah lama tidak ngeblogh. Serasa ada yang kurang tapi suasana hati dan mood akhir-akhir ini tidak mendukung untuk menulis. Inspirasi dan berita yang harusnya diabadikan dalam kata berlalu begitu saja. Maafkan. Trus saya mengganti semena-mena alamat blogh ini. sengaja, habisnya kalau di google pake nama saya langsung keluar blognya. Tapi gak tau sekarang masih keluar gak ya alamat blognya setelah diganti. Sebagai konfirmasi saya mengganti alamatnya juga di Facebook. Jadi kalau yang penasaran kehilangan blog ini semoga pada ngecek di facebook. Jadi seperti inilah kehidupan phd student yang memprihatinkan ini. Udah gak jaman lagi ngeluh-ngeluhkan? Besok udah tahun baru, jadi harus lebih semangat dengan resolusi tahun baru. Life is beautiful. Bersemangat ! Finally, Happy Tahun Baru Hijriah.. semoga kita jadi lebih baik setiap harinya..

yang tak pernah terkatakan

Kadang  saya ingin mengatakan kepada kamu, Jika benar kamu ingin ada untuk saya Jadilah nyata dalam janji dan kata Datanglah dengan semurni sosok Hati yang utuh dan rasa yang penuh temani saya dalam kesungguhan Tapi kemarin saya hanya membisu ketika kamu memanggil Kata hilang ditelan perih Mungkin diam saya dapat kamu maknai Mundur dan menjauhlah dari hidup saya.. Karena kamu tak akan pernah bisa menangkan saya dalam kisah

nada dan kata

Malam ini saya mendengar radio ASFE, radionya mahasiswa Aceh di Jerman. Kebetulan jam segini ini  lagu-lagu dangdut sedang diputarkan. Buat saya genre dangdut begitu akrab di telinga, karena waktu saya abege dulu, seniman dangdut menciptakan banyak lagu dangdut yang keren. Kadang-kadang, sampai gak percaya, kenapa saya bisa jadi backing vocalnya. Lirik sebuah lagu buat saya, kadang lebih penting dari musiknya. Kalau liriknya kena di hati, maka saya langsung penasaran dengan lagunya. Meski sampai sekarang saya agak susah buat menghafal lirik lagu. Lirik lagu yang saya hafal cuma lagu-lagu nasional karena dulu sekolah saya sering diundang ikut aubade di Blang Padang. Ketika mendengar lagu-lagu dari masa lalu, biasanya terkenang kembali saat-saat saya mendengar lagu itu. Ingatan sepertinya punya cara tersendiri menyelipkan diri dalam lirik dan musik. Dewa 19 dan Kahitna adalah penanda masa remaja. Waktu kuliah saya punya koleksi kaset Mocca, Jikustik,  Padi, dan Sheila on 7.

episode patah hati

Pagi ini, sahabat saya patah hatinya. Saya tidak tau harus berkata apa. Mungkin tidak ada kata lagi yang bisa membuat perasaan jadi lebih enak atau lega. Patah hati ya memang seperti itu, meski sudah sering kali atau baru pertama kali, tetap saja   perih. Rasanya aneh, di usia yang harusnya kami sudah punya a true story about love, masih ada kejadian patah hati.   Timeline segini, harusnya udah "on mission" menjalankan target produksi dan mengimplementasikan cita-cita sustainable. Bukannya masih berkutat dengan RESEARCH QUESTION;   membaca LITERATURE dan belum juga siap menulis RESEARCH PROPOSAL, hahaha.. Tapi dengan waktu, dan berputarnya siang dan malam, semua itu vorbei, vorbei.. Berlalu, cepat atau lambat. Dan sebagai seorang sahabat yang baik, memberikan pelukan atau ada di samping, sudah cukup daripada semua kata penghiburan yang diulang berkali-kali.. Dan karena dia di sana, dan saya jauh di sini Saya hanya bisa menuliskan ini semua,   Hari