Posts

Showing posts from January, 2013

berhenti membalas emailku

semalam, aku menulis email lagi untukmu, padahal harusnya, email yang aku kirimkan dua minggu lalu adalah yang terakhir aku hanya tak bisa menahan diri, sangat ingin menulis I wish I can hate you so much bukannya menulis.. let's be friend.. (lebih baik kamu tidak membalas emailku nenek terlalu jauh untuk aku minta tolong membacanya untukku karena aku tak pernah sanggup membaca balasan darimu terlalu lugas dan menghujam hingga aku ingin menulis lagi dan lagi sampai kamu tidak sanggup membalasnya dan hanya membingkiskan senyap..)

janji bis pada haltenya

kereta api bawah tanah dan bis itu selalu menepati janji, hingga ketelitian menit mereka bisa patuh. saya tidak pernah habis pikir, kenapa mereka mampu menunjukkan cinta sedalam itu, pada jadwal yang tertera di dinding halte. kadang saya ingin membuat mereka berpaling, terlambatlah datang, berapa lama sanggup berpaling? dan dalam kondisi normal, mereka hanya mampu mundur dua sampai empat menit, tak pernah lebih. pernah dalam hujan salju yang lebat, mereka terlalu berusaha, saya tahu. berkali-kali saya melihat jam dan memandang kejauhan. apakah kali ini bis itu tidak akan datang? dan dalam resah, saya masih berdiri mematung, melupakan waktu dan mengingat janji. Kali ini, sekali lagi, bis itu tetap datang tepati angka yang tertera di papan digital meski putih terlalu tebal dan jalan menjadi sempit karenanya. seperti itu di sini, dulu saya terlalu sering memaafkan karena alasan sebodoh apapun. bahkan jadwal pesawat yang delay berjam-jam tak terlalu sulit untuk diterima. lalu kini k

sangat ingin tidur siang

Ada hari-hari ketika layar ini kehilangan pesonanya hari ketika huruf-huruf di atas kertas putih mengambang dan berdansa tanpa tenaga Mata, separuh terbuka, bergelantungan sejuta kelelawar hitam kepakan sayapnya matikan sambungan telepon beribu nomor menuju otak jari mengetikkan kisah-kisah yang terlupakan dan ide sekali lagi melambaikan tangan dari atas balon udara yang mulai meninggalkan landasan saya, ditinggalkan sejuta inspirasi melirik sekali-kali pada empat angka di sudut layar penunjuk waktu, masih berapa detik lagi sebelum bisa ikut terbang bersama balon udara itu.. sementara, ini jam tidur siang makan siang dicerna susah payah mata, mata tetaplah terbuka layar, penuhkan beberapa baris kata pada tuan impian yang merambat dalam mimpi dan semua yang terus berputar tak ada empati sedikitpun untuk saya saya yang sangat ingin tidur siang..

shy girl

Tadi ngobrol sama ndut soal malu, memalukan, pemalu. satu statement ndut yang paling keren, "belajarlah menempatkan malu pada tempatnya..." awal mulanya, bermula dengan cerita kemaren itu si ndut jualan kaos temurui di Blang Padang. Kaki limaan. Trus dia juga jualan di kelas bahasa inggrisnya, lumayan juga, banyak yang laku.. kalau saya, mau nawarin baju, malu mau nitip jual baju, malu dan menurut nduut itu sama sekali gak memalukan. malu itu kalau nyontek, kalau bohong, kalau nyopet, kalau berbuat salah  kalau saya ingat-ingat, saya udah melakukan banyak hal dan menepikan malu segala macam lomba, mulai dari story telling, yang jadi aib sampai kapanpun sampai lomba makan kerupuk segala macam kursus, mulai diving yang kelelep melulu sampai kursus ngetik sepuluh jari tapi kalau saya bilang saya pemalu, pasti banyak yang protes, hehehe.. tapi untuk masalah yang hati dan perasaan, nduut dan melon bilang saya agak memalukan secara puisi-puisi

menawan kenangan

sebagaimana ingat yang masih suka hilir mudik atau pandang sendu menjamah mendung seromantis hujan salju atau sedramatis hujan es seperti itulah harusnya rasa menjadi biasa atau kupersalahkan saja burung-burung itu hanya karena kamu suka memotretnya bukan berarti aku harus teringat padamu ketika mereka tanpa sengaja terbingkai jendela kamarku lalu kapan aku berhenti menulis tentangmu beberapa kata untuk menawan kenangan sebelum kenangan pamit baurkan sosokmu..

three days in my room

Tiga hari mengurung diri di kamar dengan excuse sakit, allergi, gak enak badan, agak-agak demam, ruam,   dan lain-dan lain. Hati sendiri di pojok kamar, mencari hangat dari pemanas yang tak pernah sempat di matikan. Angan terbang, kadang tinggi kadang rendah. Jendela kadang dibuka kadang ditutup. Dunia luar terlalu ramai untuk hati yang rentan. Hingga aku membaca baris-baris email dari mereka, Lunch together today? Hi, we missed you.. Tidak bisakah aku bermelow-melow dengan hatiku, sebegitu pentingkah cita-cita kita itu? Apakah tiga hari terlalu lama untuk mengasingkan diri, untuk sesuatu yang berada di atas semua kegalauan? Baiklah hari ini aku akan datang, duduk di meja itu, meski kita tak banyak bicara, setidaknya aku menikmati makan siang kita, kata penghiburan, dan ramahnya hati.. Terima kasih untuk semuanya ya.. I really-really appriciate it..

bibliothek und ich

Pagi ini saya menelpon ke rumah karena semalam ternyata di sana gempa dua kali dengan kekuatan 6,0 SR. Telepon saya diangkat oleh ayah saya yang kebetulan sedang pulang makan siang. Ibu saya selalu panik jika gempa, kadang sampai ada ototnya keseleo karena bergerak dengan tiba-tiba karena panik. Alhamdulillah, semalam semua baik-baik saja. Kemarin, akhirnya saya membulatkan tekad mengunjungi perpusnya Georgrafi. Uni Bonn, tempat saya sedang menunggu promosi Doktor saya memiliki banyak sekali perpustakaan. Mungkin ada lima atau enam. Sejauh ini saya sudah mengunjungi empat : perpus pusat, perpus pusat penelitian, perpus kedokteran dan science, dan terakhir kemarin geografi. Lalu ternyata buku-buku saya masih terselip di perpustakaan hukum dan studi asia tenggara. Semua perpus memiliki peraturan yang berbeda, misal ni, perpus pusat kita bisa ngambil sendiri buku yang kita mau pinjam dan kita bisa pinjam buat sebulan. Kalau di perpus pusat penelitian, kita cukup datang, berbinca

for the first time

Image
Bahkan ketika umur saya segini, masih banyak hal-hal yang belum pernah saya lakukan. Kali pertama, pengalaman apapun itu, tetap saja membuat saya exciting, deg-deg-an, nervous, dan tertawa. Kesempatan hidup di luar, jauh dari keluarga, dan sekolah lagi, semakin membuka kesempatan  untuk mencoba hal-hal baru itu. Pertama kali saya membuat janji untuk berobat ke dokter, bertemu dokter, berbicara bahasa jerman sama si bu dokter dan menggantinya menjadi bahasa inggris karena pembicaraan makin sulit dimengerti. Hahaha.. Pertama kali menebus obat ke apotik, pertama kali membuka kemasan obat yang tak pernah saya lihat di Indonesia, berpikir satu dua menit hingga tertawa karena ternyata sungguh praktis dan memudahkan sekali cara mengemas obat tersebut. Pertama kali melihat salju turun, memandang langit, melihat butirannya menghantam jendela,  mengambil sedikit dan merasakan butirannya di atas lidah. Berjalan dengan bahagia dalam tumpukan tebalnya. Pertama kali jalan dengan te

about life

Jika waktumu tak banyak lagi, apakah kamu akan hidup seperti biasa? Adakah hal-hal yang ingin kamu lakukan, tapi karena sesuatu dan lain hal, kamu menundanya dan menundanya. Menyimpannya rapat, mengatur timing, melihat situasi dan kondisi, menghitung plus minus, menunggu saat yang tepat, hingga kadang, “ide” itu terlanjur menguap dan hilang. Buat saya hari itu, saya berpikir untuk rajin menulis setiap hari, hingga literature review saya selesai dalam satu minggu, lalu saya pindah ke metodologi dan desain research saya. Sebulan, bereslah semua itu. Buat saya hari itu, saya ingin pergi ke suatu kota, menemui seseorang, mencari jawaban dari sebuah pertanyaan yang sebenarnya sudah ada jawaban. Buat saya hari itu, tidak ada yang lebih penting dari menjalani hidup, dalam rentang waktu yang masih memungkinkan, dan mewujudkan semua yang saya inginkan tanpa memikirkan apa kata orang, apa penilaian orang, dan pertimbangan yang saya gunakan tiap hari. Lalu pagi ini, saya terbang

pagi, salju, kamu, kata..

Hai kamu, hari ini salju mulai turun perlahan di sini, langkah kakiku berat menjejak, bajuku terlalu berat, berlapis-lapis menghalau dingin. Pagi hampir habis ketika aku tiba di kantor, teman seruanganku tunduk di depan layar lebar mereka. Terhanyut dalam ribuan kata dan ide. Hanya hentakan tuts komputer pemecah hening. Kertas-kertas sudah aku tebar di atas meja. kurang dari tiga ratus kata aku kumpulkan kemarin, berharap hari ini aku bisa menambah lebih banyak lagi. tapi kata terlanjur pergi, mungkinkah kamu membawa pergi semua kataku? aku kehilangan kata-kata itu, yang aku punya kini hanya kata yang berkaitan dengan kita. berjejalan dalam kepala, sambil aku senandungkan lagu terakhir yang kamu kirim untukku. Ipang, ada yang hilang.. mungkin lagu itu pertanda, kita harus saling kehilangan lagi kali ini seperti katamu, setelah lagu itu habis, habislah cerita kita. sekian dan terima kasih. tetapi aku di sini, masih terjebak larik dan lirik, bukannya kemarin kamu masih ad

(masih) tentang hari burung

Selama di sini, karena jarang ada yang nelpon, hape selalu dalam kondisi bisu. Cuma lampu merahnya saja berkedip-kedip kalau ada pesan yang masuk. Masalahnya kalau lagi tidur, lampu merah itu tak berdaya membangunkan saya. Thanks for a sweet surprise Ai und Manda. Meski tak diangkat, but I know how much you care. That’s so meaningful. Kemarin pagi, singgah ke toko kue, asal tunjuk saja, mana yang keliatan enak. Langsung dibawa ke kantor. Tradisinya seperti ini, kalau dulu masih kecil, kue ulang tahunnya disediain, kalau udah dewasa (tua) harus sediain kue. Sempat mengabadikan momen dengan teman seopis, meski mati gaya sekali, gaya penerima tamu kawinan. Hehehe.. Siang, dengan semangat berjalan menuju kantor ZEF karena ada syukuran teman yang lulus defence kemarin. Datang agak telat tapi masih bakso, pangsit udang, dan tahu isi. Kesampean hasrat ngebakso di hari yang dingin, bertemu teman-teman Indonesia, dan melarikan diri dari kantor. Pas nelpon ke rumah, for the first t

Catatan Ulang Tahun dari Bonn

Image
Sudah lewat tengah malam di Banda Aceh sana, tapi di sini, saya baru pulang makan malam dengan sahabat-sahabat saya. Sesorean saya menghadiri acara defence seorang Indonesian student, suaminya teman saya di ZEF. Ini pengalaman pertama saya menghadiri defence di Jerman. Saya ikut merasa deg-deg-an yang sangat, seakan-akan sayalah yang defence sore tadi. Alhamdulillah, semua berjalan dengan lancar. Kerja keras bertahun-tahun, terbayar sudah. Kebahagiaan itu menjadi milik kami sore tadi. Pulang dari acara defence yang sangat berkesan buat saya, kami gerombolan ibu-ibu kelaparan merapat ke orient express, seperempat ayam dan kentang, ludes dalam waktu singkat. Seperti biasa, sayalah juaranya, duluan mengosongkan isi piring. Ini ulang tahun pertama saya di Bonn. Dua atau tiga tahun lalu, malam ulang tahun seperti ini, saya sedang berkonsolidasi dengan nenek di dapur. Selalu ada acara makan dan ngumpul dengan teman-teman di pulau tercinta. Momen ulang tahun adalah sebuah alas

home sweet home

Tahun baru ini diawali dengan momen pindah rumah untuk kesekian kalinya. Hingga malam ini pun kamar saya masih berantakan. Saya masih bolak balik membeli ini itu agar kamar ini terasa nyaman. Momen pindahan kali ini sepenuhnya didukung oleh adek-adek saya di Bonn dan Dek Rahmi yang khusus didatangkan dari Bochum untuk bantu pindahan. Setelah pindah beberapa hari saya menginapkan diri di rumah mbak Rice. Pelan-pelan melakukan transisi dari suasana ramai bergembira bersama menjadi sendiri dan menyatu dalam diri. Mungkin bagi beberapa orang berpindah-pindah suasana ini tidak sulit, tapi buat saya, mungkin butuh sebulan atau dua bulan untuk membetahkan diri dalam suasana baru lagi. Kamar baru saya ini, adalah sebuah mimpi yang berhasil jadi nyata di tahun 2013. Proses pencarian kamar telah saya mulai sejak menjejakkan kaki di jerman, hingga akhirnya, saya menemukan kamar ini dalam tempo seminggu saja. Ya, kalau sudah jodoh semua akan dimudahkan.. cieee.. Dan dalam kamar yan

Perjalanan kali ini

Image
Jalan-jalan kali ini merupakan jalan-jalan paling lama yang pernah saya lakukan dalam hidup saya. 12 hari, 6 kota, dan teman seperjalanan yang menyenangkan. Berangkat malam itu dari Bonn ditemani percakapan dengan seseorang yang jauh di sana. Berbicara tentang banyak hal dan tentang masa depan, hingga sempat berjanji untuk suatu perjalanan bersamanya mencari makna. Namun, selama perjalanan saya menyusuri Praha, Dresden, Leipzig, Berlin, Hamburg, dan Bremen, ditambah lagi momen pergantian tahun, saya tau, saya tidak bisa menepati janji saya kepadanya. Cepat atau lambat saya harus melepaskannya, karena ternyata sebuah perjalanan membutuhkan komitmen untuk terus bersama dan menjadi lebih dekat ketika perjalanan itu berakhir. Semua perasaan bahagia dan jawaban yang saya cari akhir-akhir ini, saya temukan dalam 12 hari bersama adek-adek saya tercinta Ai dan Midunn. Mereka mengajak saya tertawa, berbicara, berbagi, dan menangis. Semua pemikiran saya dibongkar, dengan teori Midunn t