Posts

Showing posts from April, 2008

seperti apa rasanya tidak tau apa yang sebenarnya terasakan?

Pagi, gerimis membangunkanku. Perlahan aku berlari mengejar rintiknya untuk ku simpan dalam botol kacaku. Kemanakah pelangiku, aku kira dia akan menjengukku kemarin. Haruskah aku mengganti musim ini dengan musim dingin yang hening? Langitku kubiarkan terbentang. Langitku kubiarkan terbuka. pelangi tak mau juga merayap. Aku diikutinya terus. Tak bisa bersembunyi. Aku tidak bisa berpaling dari pelangiku. pelangiku tak terhapus hujan semalam. pelangiku tak terbebas dari kilat yang mencoba membantuku. Aku terus diikutinya. Kuputuskan membujuknya pergi dariku. Caraku kupikir bisa membuatnya pergi. Membuat pelangi itu menyurut. Aku putuskan menunjukkan tapak dan jejakku padanya. Pada pasir yang mencetak telapak. Pada daun yang merekam sentuhan. Pada air yang menyimpan arus bawah. Aku menggandengnya berjalan menyusuri jalan-jalan yang terasa akrab. kali ini entah kenapa tanjakannya membuatku lelah. Turunannya membuatku hampir tergelincir. Pada belokannya membingungkanku, lurus atau berpaling

sahabatku pengejar pelangi

Pagi, aku sudah berjalan menyusuri sungai yang membelah rumpun dan bunga. Aku bersenandung lagu tentang pagi dan mengurai ingat tentang mimpi tadi malam. Ada kelebat bintang menjenguk semalam dalam mimpiku, menawarkan damai tentang seorang lelaki yang tersenyum. Rasanya aku mengenalnya, entah dimana dan kapan. Ujung sungai terlihat meruncing menuju kaki langit. Aku mengenali dia, seorang sahabat, bermain air di tepi yang teduh. Aku berlari, dan merengkuhnya dari belakang. Dia hanya tersenyum dan bergeser memberi ruang aku dalam lamunnya. Kami saling diam tapi aku tau dia pelan-pelan mengirim putik sedihnya padaku. Lama tercenung, kuputuskan untuk mengatakan sesuatu.. "kamu akan baik-baik saja" aku menghiburnya "benarkah, ada jalan di antara horizon dan awan menuju pelangi?" tanyanya aku tiba-tiba teringat pelangiku, pemberian seseorang "pelangi? kamu juga punya pelangi? apa warnanya?" "hmm, warna itu hanya tipuan mata dan permainan matahari" &quo

Lelaki yang memberiku pelangi

Lelaki itu datang lagi sore ini. Kali ini aku sudah mengenalinya dari gemerisik rumput yang tersepak langkahnya. Jendela itu sudah ditinggalkannya. Kini dia hanya terselimut kabut. Aku melihat dia mendekat. Kupandangi saja tatih langkahnya. Dia tiba-tiba berhenti dan berkata "Aku suka puisimu.." "Suatu saat pelangi akan meminjamkanmu garisnya" Aku ingin menjawab tapi aku tak bisa menahan tawaku "Aku tidak pernah menulis puisi" "Aku tidak ingin pelangi segaris atau bergaris.." Dia menatapku heran "Bukankah itu puisi, kemarin ketika kamu melambaikan kata-kata ke udara " "Aku memungutnya satu-satu, lihatlah kantongku penuh dengan kata-katamu" Dilambai-lambaikannya kantongnya yang terlihat berat. Susah payah dia mengangkatnya ke udara. Aku hanya tertawa-tawa Dia cuma tersenyum senyum dan senyum dan senyum Lalu tiba-tiba sekelilingku dipenuhi senyumnya, senyum hangat yang membentuk pelangi "Ambillah, untukmu..." Dia mengg

Lelaki yang menatap langit

Lelaki yang menatap langit Sore itu selepas bermain di taman hijauku, aku tertegun menatap langit. Birunya menyampaikan sejuta rasa tentang rindu. Rindu entah pada apa. Awannya alirkan damai yang merembes seperti kapas-kapas yang menggelitiki tapak kakiku. Aku dirayu-rayu angin mengikuti arah sinar matahari yang menusuk pelan dan hangat. Asyikku pada langit, sebentar saja. Tak jauh dariku, ada seseorang yang sedang mengadahkan kepalanya. Dia menatap dari balik jendelanya yang terlihat sangat jauh. Aku tidak yakin apakah dia bisa melihatku dengan baik. Apakah dia menyadari aku memakai gaun hijauku? Apakah dia melihat ada debu diwajahku sisa bermain tadi. Apakah dia melihat hitam kakiku berlumur pasir hitam pantai. Apakah dia tau, ujung gaunku masih belum kering karena hujan siang tadi? Aku tidak tau. Dia juga kelihatan sangat jauh. Aku tidak bisa menatapnya bebas. Jendela itu terlalu sempit dan dia besar sekali. Sosoknya penuhi bingkai jendela itu. Apakah dia tersenyum atau menyeringai