Posts

Showing posts from June, 2013

bertemu lagi dengan PCA

Saya berusaha menahan kantuk di tengah acara kolokium sore ini. Materinya tentang PCA atau Principal Component Analysis, salah satu statistik  analisis tool untuk melihat komponen2 yang penting dalam penelitian kita. Sebenarnya waktu skripsi dulu saya sudah menggunakannya untuk melihat indikator fisika dan kimia, terutama untuk melihat kualitas air di Mangrove area. Waktu itu, PCA tiba-tiba harus ditambahkan untuk menganalisis data karena ternyata regresi belum cukup untuk bisa menjelaskan hubungan dari data-data yang telah dikumpulkan. Saya tidak begitu ingat, dengan siapa kami belajar PCA. sepertinya dengan kakak kelasnya iwan yang lebih dahulu menggunakannya untuk analisa datanya. Rasanya amazing juga, tiba-tiba kami sudah bisa menggunakan PCA tanpa begitu mengerti pesan apa yang ingin disampaikan oleh PCA ini. Ya untuk level S1 mungkin pembimbing sudah sangat maklum dengan kemampuan analisa kami yang pas-pasan. hehehe Bertahun kemudian, di sini, saya berjumpa lagi dengan PCA.

hari ini terlalu meriah

Math, mengobrak-abrik piring salad saya, mencari mungkin ada "daging" di antaranya, dan ternyata tak ada. Maka amanlah saya menyantap salad itu. Saya duduk di samping Yvonne dan kami masih saja tertawa mengingat percakapan makan siang kami kemarin. Yvonne menawarkan kentang gorengnya dengan tulus, sesekali saya mencomot kentang itu dari piringnya. Makan siang hari ini, meja panjang penuh dengan teman-teman. Cerita mengalir dan tawa sambung menyambung.  Sudah lama tak melihat teman-teman seceria ini. Mungkin karena hari ini kamis, besok weekend dan semua merasa bahagia. Selesai makan Ney singgah ke ruangan saya dan kami berdiskusi tentang chapter setengah matang yang saya tulis. Selesai diskusi, saya ke ruangan Ney dan dipinjami buku. Pas mau balik ke ruangan, Sandra memanggil saya masuk ke ruangannya dan kami ngobrol soal ini itu mengupdate status karena sudah lama tak berbagi cerita. Tiba-tiba Max muncul menawarkan cake strawberry buatannya karena hari ini hari terak

writing and writing

Image
Sebenarnya, saya suka menulis. saya menikmati menulis dan pengalaman kemarin mengumpulkan 6000 kata itu sungguh sesuatu, setelah sekian lama tidak pernah menulis sebanyak itu. Hanya saja menulis itu melelahkan. Setelah selesai menulis, saya jadi sulit untuk tidur karena butuh waktu untuk kembali ke fase relaks setelah berkosentrasi menulis. selebihnya, badan terasa pegal, karena ketika nulis segala gaya dilakukan untuk mengeluarkan kata dari kepala. dan bagian paling penting dari selesai mengerjakan sesuatu adalah rewardnya. untuk chapter yang akhirnya matang tak merata itu, saya menghadiahi diri saya, coklat yang enak bangeeeet.. dan menikmati potongan coklat sambil tertawa-tawa mengingat hebohnya proses menulis ternyata menjadi satu momen bahagia saya. Terima kasih juga untuk adik dan teman yang menyemangati proses menulis saya, mengirimkan doa yang tak pernah henti dan untuk "dia" yang ada ketika saya merasa sangat desperate dan menulis pesan-pesan pendeknya

tentang chapter yang tak kunjung matang

Ngapain saja saya, setahun terakhir, kenapa baru sekarang bersungguh-sungguh menulis, karena waktu semakin menjepit andai bisa, thesis ini ditulis dalam bahasa indonesia, pasti akan lebih mudah, buat saya mengumpulkan kata. bahasa inggris ini, belum lagi grammarnya, kosa kata aja saya miskin. sungguh cemburu dengan teman native speaker yang bisa berbicara dan menulis dengan bahasa ibu mereka. akhirnya saya tinggal sendirian di ruangan ini, dengan jurnal yang berserakan, dan pesan Maria yang dikatakan dengan sepenuh hati " don´t work too hard..." sambil menarik kopernya, meninggalkan kantor langsung menuju stasiun, menghabiskan weekend di rumah orang tuanya yang menempuh enam jam perjalanan dengan kereta sedangkan saya, saya masih di sini, ingin melarikan diri tapi tak punya cukup keberanian untuk menunda menyelesaikan tulisan setengah matang ini. ah, mari kembali menulis lagi..

tentang sharing dan belajar bersama

Forum PhD sharing adalah acara diskusi saya dan teman-teman PhD dari Aceh yang sedang belajar di Jerman. Forum ini diadakan via skype, dan merupakan salah satu program kerja divisi keilmuan ikatan mahasiswa aceh di jerman. Rencananya forum ini diadakan sebulan sekali, tapi karena mau ramadhan, setiap minggu kami ngumpul. Semalam adalah yang kedua kalinya. Teman saya Heru, mempresentasikan tentang perbandingan antara rumah sakit di Jerman dan di Indonesia, dalam perspektif akutansi. Peserta sharing ini tidak banyak, ada sepuluh mahasiswa aceh yang sedang phd di penjuru jerman. Mereka berlatar belakang social, natural science, dan medical science. Karena topiknya tentang sosial, beberapa teman yang backgroundnya ilmu pasti, agak roaming dengan gaya berpikir sosial yang melompat-lompat. termasuk saya sebenarnya, masih agak sulit mengerti tentang teori dan argumen. maka kami mengadakan diskusi kecil-kecilan, diskusi dalam diskusi, tentang masalah roaming ini. hehehe Diskusi kami b

simpul dan kenangan

Image
setiap menulis di blog ini, saya selalu seperti presenter acara prakiraan cuaca, melaporkan dengan sangat lugas cuaca Bonn hari ini. Ah, sepertinya cuaca ini semakin menancapkan perannya dalam hari saya, hahaha Baiklah, kita mulai saja, hari ini Bonn yang mendung, lalu akhirnya hujan. Sisa hujan, adalah kabut yang membuat saya ingin mengambil kain dan membersihkan jendela, seakan-akan itu hanya kaca jendela yang berdebu. dan seperti itu, saya ingin menghapus kenangan beberapa bulan terakhir di Bonn, tapi ketika mengambil flashdisk, membuka tempat pensil, melihat kembali, tali merah yang disimpul dengan kancing coklat, sebagai penanda milik saya. Lalu ketika membuka flashdisk itu, nama flashdisk saya, adalah nama yang sangat akrab. Nama si penyimpul tali merah, yang belajar menyimpul dari youtube, bersungguh-sungguh berusaha menyenangkan hati saya dengan simpul yang terlalu sulit dipelajari.. Mungkin saya harus mendengar nasehatnya dulu, "kenangan hanya membuat sak

alarm kebakaran di kantor

setelah kemarin cukup produktif menulis seharian di kantor, hari ini, sulit sekali mengumpulkan kata-kata. Pagi seperti biasa jam sembilan sudah duduk rapi di depan komputer. Pekerjaan sudah dibuka dan tiba-tiba menyadari, masih membutuhkan beberapa literature pendukung. Proses searching reference dan mengupdate persiapan Forum PhD sharing nanti malam membuat waktu seperti berlari. Tiba-tiba saja sudah jam 11 dan harus bergerak ke kolokium Jo. Jam 12 beres kolokium, makan siang dan jam 13.00 balik lagi ke meja. Jam 15.00 ketika sedang mood-moodnya nulis, tiba-tiba Maria memberitahukan sepertinya alarm kebakaran berbunyi. Saya, seperti biasa selalu menyumbat telinga, mendengar musik sambil bekerja, tidak mendengar suara alarm berbunyi. Maka, dengan tanpa prasangka, karena merasa, mungkin ini hanya latihan seperti biasa, saya hanya mengambil access card untuk dibawa. Kami harus  keluar dari gedung melalui tangga darurat dari lantai 27 ditambah 2 lantai dasar. Tidak ada yang tah

urusan masa depan

Image
Hal yang paling tidak termaafkan, bahkan oleh diri sendiri, adalah melakukan sesuatu yang harusnya bisa dihindari tapi dilakukan juga karena kurangnya ke-hati-hati-an atau lebih tepatnya lalai. Saya melakukan itu hari minggu kemarin. Ketika akan mematikan komputer, saya lupa menyimpan pekerjaan saya selama dua hari, mengumpulkan kata-kata untuk chapter saya yang harus segera dikumpulkan. dan ketika, laptop saya bertanya sekali lagi, apakah saya tetap akan mematikan komputer, meski pekerjaan saya belum disimpan, saya jawab ya. maka hilanglah dua lembar yang sangat berharga itu. Kepala langsung sakit dan butuh waktu untuk menerima, kata-kata itu sudah meninggalkan saya. Saya jadi ingat tentang "resilience", teori yang akan saya gunakan untuk research saya. resilience artinya kemampuan untuk kembali normal setelah terjadinya gangguan atau stress. Sepertinya teori ini bukan hanya sekedar teori, tapi pengen diaplikasikan oleh saya. Segitunya ya. Mungkin agar lebih berkes

pembicaraan tentang cuaca

Sepertinya musim panas sudah mulai betah di Bonn. Hari ini, temperature mungkin akan mencapai 30 derajat Celcius. Panas di sini berbeda jauh dengan di Banda Aceh, karena di Bonn, panasnya kering, dan anginnya kurang heboh. Jadinya, lebih baik neduh di kantor atau toko yang ber-ac untuk menghindari gelombang panas ini. Rasanya lucu, hari ini saya tidak memakai kaus kaki. Kalau ingat ketika musim dingin, saya selalu memakai tiga lapis kaus kaki ditambah lagi dengan alas sepatu untuk menahan panas, itu saja tidak cukup, ditambah lagi sepatu winter saya yang sudah sangat hangat dengan lapisan tebalnya. Kalau di kamar, karena kamar kebagian matahari sore, gerah sekali rasanya. Heizung atau pemanas ruangan, yang jika musim dingin dinyalakan sebesar-besarnya, hanya jadi pemanis ruangan. Sekali lagi soal cuaca ini, sungguh mempengaruhi mood. Buat saya yang terbiasa dengan summer, saya tidak begitu excited dengan sinar matahari yang melimpah ruah. Tapi buat penduduk lokal, setelah hampir

senja dan rindu

Image
semburat merah senja, menerobos masuk melalui jendela. Kamar saya selalu kebagian matahari senja. Selalu membuat saya mengambil waktu berdiri sebentar menikmati senja, kadang tak cukup, cuma memandang, maka saya mengambil kamera mengabadikannya. entah kenapa, setiap senja, saya sedikit mellow. Mungkin karena hari saya berakhir, artinya waktu istirahat setelah seharian beraktifitas. dan semakin hari, saya semakin merasa sendirian, rasanya perih, menyadari saya jauh dari sahabat-sahabat terbaik hati. Jarak dan perbedaan waktu membuat saya semakin tertatih berjalan seorang diri. Namun, tetap saja ada, saat-saat ketika saya masih berkeluh kesah dengan perantara skype dengan nenek, sesekali janjian dengan uci untuk mengupdate info hidup, atau paling sering minta ditelpon Ai hingga telinga berkeringat, hanya sekedar ingin berbicara. Ah, sebenarnya melon selalu ada menemani dalam pesan-pesan bbm, dan ndut yang setia sebagai "lelaki penghibur" meski terpisah makin jauh di Mel

jumat sore yang tak biasa

setelah empat hari menghabiskan waktu seharian di kantor, hari ini saya memutuskan work from home. Pagi, Jo mengirimkan email, dia juga work from home, jadi semakin yakinlah saya untuk tidak mendekati gedung berlantai 29 itu hari ini. Setengah delapan sore, Sandrine, teman sekantor saya, yang rumahnya dekat rumah saya, mengirimkan email, katanya dia membutuhkan pertolongan saya dan dia dalam keadaan darurat. Langsung saya berganti pakaian dan berlari ke rumahnya, dan diperjalanan, sandrine menelpon dan mengabarkan dia tidak bisa menemukan dompetnya, dan meminta saya menemaninya ke kantor karena mungkin dompetnya ketinggalan di sana. Jadi, kami ke kantor pukul delapan sore, masuk melalui pintu satpam, dan kena ceramah karena kami punya kartu tapi tetap masuk dari pintu satpam. Ternyata akses kantor 24 jam 7 hari, hanya saja kami harus menandatangani form jam berapa masuk dan jam berapa keluar, in case kalau ada kebakaran, security bisa menolong kami. Lalu kami bergegas ke ruanga

percakapan pagi bersamamu

memang benar, tidak ada yang mudah didapatkan, apalagi untuk mewujudkan sebuah mimpi. mimpimu, yang kau pikir sudah ada digenggaman, bisa saja terbang, terbawa angin, atau lepas begitu saja. dan berbagi kesedihan adalah hak individu-individu, bahkan kepada seseorang terdekat, atau seseorang yang kamu tawarkan untuk berbagi hidup denganmu, aku misalnya. kalau akhirnya tadi pagi kamu menceritakan semua gundahmu padaku itu semata-mata karena kemampuanku mengajukan pertanyaan, bukan berarti, kalau aku tidak bertanya maka kamu akan bercerita karena kamu percaya padaku. bahkan dengan alasan, tidak mau tergantung kepada siapapun, tidak mau merepotkan siapapun, termasuk aku, rasanya aku sedikit tersinggung, bukannya, nantinya masa depanmu juga adalah masa depanku? jadi, aku mengerti sekarang, kerasnya hatimu, tingginya egomu, bukan untuk aku taklukkan. bahkan mungkin aku tidak ada di antara semua itu, seperti uluran tangan yang ditepis dengan enggan toh, semua kata masih kata, da

mungkin saja

*dek siti teganya dirimu, terpaksa aku habiskan bermangkok bakso dan mie ayam sambil memandang ke luar jendela pada langit mendung dan pohon yang menjatuhkan daun dan kelopak bunga segendut apalagi diriku, jika setiap galau harus melarikan diri pada bakso, bubur ayam, dan mie ayam memangnya kalau lagi bertapa tidak boleh makan bakso? sengaja aku lebihkan porsi untukmu semangkuk dua mangkuk agar dua orang introvert bisa menggalau sambil makan bakso baiklah, aku akui, diriku memang introvert dalam pertapaan akhir pekan yang membawa semua pikiran menjadi semakin rumit semakin dipikir semakin complicated lebih baik dibiarkan jatuh seperti hujan yang turun pagi ini dan bukan permintaan maafmu karena tak membalas pesanku yang menjadi penting hanya saja, mungkin sebaiknya kita berhenti berkeluh kesah atau berhenti bertemu orang-orang dan berhenti makan bakso sekalian berhenti bertapa juga berhenti memaksa, dipaksa dan mulai menerima dan menjauhi jendela ketika langit b

delapan jam

*ndut Jadi, sekarang, kita terpisah delapan jam ya? delapan, aku suka sekali angka itu, meski artinya, ketika aku akan makan siang, dirimu sudah selesai dengan makan malammu dan tengah malamku adalah pagimu memulai hari dan kapan kita bicara, ketika delapan jam, beda waktu itu antara siang dan malam belum lagi masa-masa penyesuaian semua perlu digantung dan ditata ulang mimpi baru, teman baru, dan hidup baru dan di antara delapan jam itu, akan selalu ada waktu untuk kita berbagi cerita mentransfer semangat dan sejumput doa ah, seperti kata Zivilia, "walau raga kita terpisah jauh namun hati kita terasa dekat..."

denganmu, bersamamu, saat-saat ternyaman dalam riuh hariku

*dek Siti denganmu, selalu ada masa lalu, kini dan masa depan kenangan masa kecil, bodrexin, rasa jeruk yang tiba-tiba terasa di udara masa depan, ketika kanak-kanak berlarian di pantai bermain pasir dan hari ini, merahnya sekantung cherry yang ternikmati tanpa dicuci sambil berjalan bersamamu, tak ada yang tak penting, meski itu sesederhana "kawat" di tempat yang tersembunyi atau urusan perasaan yang terlanjur mati entah sejak kapan dan kain sarung biru-mu yang kamu pinjamkan, rela tak rela untukku dan bahkan, ketika kantuk menjemput malam ini, mata belum mau terpejam, kata berkeliaran di pikiran denganmu, bersamamu, saat-saat ternyaman dalam riuh hariku