Posts

Showing posts from February, 2013

Auf wiedersehen Om Anton

menelusur ingatan tentang si om, adik babah saya, lelaki keren pertama yang saya kenal. Tinggi 172 cm, dengan berat badan seimbang, membuat apapun yang dikenakannya kelihatan berkelas. Seleranya sangat bagus, tak pernah ragu membayar mahal untuk kualitas. Dulu ingat saya, kamarnya di rumah nenek, ditempel poster lelaki yang sedang memanjat gunung. Tas ransel besarnya tergantung di dinding. Foto-fotonya bersama sahabat-sahabatnya dengan senyum paling lebar dalam album yang diletakkan di lemari, suka saya obrak-abrik dan saya lihat-lihat. Foto favorit saya, ketika si om jadi petugas pengibar bendera, dengan seragam putih paski dan kopiah terlihat sangat gagah. Kamarnya rapi, buku disusun teratur, lemari baju plastik berdiri tegak. Di sudut kamar ada dua barbel. Si om hobi berolah raga. Setiap hari tak pernah absen berskipping dan mengangkat beban. Hal yang paling membuat saya takjub, si om bisa bergantung di tiang yang dipasang di pintu belakang. Kadang saya diangkat ke atas

hari ini

pagi dua buah kartu pos, kata-kata yang ditulis kecil-kecil dalam kolom yang tak seberapa siang percakapan dari hati, tentang aku dan kamu di sana,  memutus kangen menyambung asa sore beberapa email, sekedar menyapa masa lalu karena terpisah dalam riuhnya hari malam percakapan panjang dalam karib yang masih saja menyentuh kalbu sebuah kartu pos, yang entah kapan datangnya hari ini, sibuk mengumpulkan puzzle meski hanya satu keping,  tak akan aku biarkan terserak

my random things

Pagi tadi di stasiun kereta, seorang ibu mengomel, dengan bahasa jerman yang saya tidak mengerti tiba-tiba suasana stasiun menjadi hening, hanya ada suaranya yang mengatakan ini itu dia duduk menunggu kereta di bangku, dan ketika kereta datang dia berdiri dan masih saja berbicara ini itu dan ada seorang perempuan yang menyahut, sambil tersenyum dan tersenyum membuat si ibu makin mengeraskan suaranya. saya tidak tahu apakah ketika di dalam kereta dia masih seperti itu karena dengan penuh kesadaran saya memilih berbeda gerbong dengannya. sungguh sulit untuk tidak terganggu dengan kelakuan yang aneh di tempat umum, ketika misalnya penumpang yang duduk di depan kita, tersenyum-tersenyum tanpa ada sebab yang jelas. emosi baiknya disimpan rapat, meski tanpa sengaja saya tadi feel real blue, untuk kedua kalinya, sarung tangan saya hilang sebelah. so simple kan, cuma hilang sebelah sarung tangan. itu mungkin gak bisa dibandingkan dengan mereka yang kehilangan sesuatu yang lebih be

let's be friend

Nightmare, cerita bodoh lagi. Mau sampai kapan dikadalin sama cowok? Sampai kapan? sepertinya the most favorite word untuk mereka-mereka itu "Aku tu cuma suka kamu sebagai teman, then let's be friend.." then, after all of the sweet lovely stories, kita cuma temenan. Bahkan, rasanya, seseorang yang paling tidak mungkin mengatakan itu, pada akhirnya, pada satu titik mengatakan itu sambil tertawa, dan yang mendengarnya juga harus tertawa, jika sedih lalu menangis, telepon akan segera ditutup. mereka tidak bisa berbicara dengan orang yang cengeng. Seseorang yang membenci kata complicated, ketika sampai ke titik menuju complicated, dengan 'susah payah' mencoba jurus paling sederhana, jurus let's be friend. simple, so simple.. jadi, let's make this simple, lupain aku, kita temenan, tidak boleh lagi ada air mata, galau, pertanyaan, komplain, atau mengunggkit-ungkit yang udah jadi masa lalu. "mudah, mudah kok, kamunya aja yang lemah, cengen

from home or from office?

Kadang kalau di kantor, saya berpikir, besok saya kerja dari rumah aja deh. Kalau sedang di rumah, besok harus di kantor, kerja di kantor. Setiap pagi saya harus mengambil keputusan, work from home or from office. Kata si nduut saya balik jadi anak TK yang punya sejuta alasan buat gak pergi sekolah. Kalau  kerja di rumah, saya gak perlu mandi, siap-siap, jalan ke kantor, dan ketemu orang. Cukup hidupin laptop, buka buku, dan mulai kerja sambil dengerin radio streaming dari Jakarta. Maka saya akan lupa, sebenarnya saya ada di mana, di Jerman atau di Indonesia. Kalau lapar tinggal buka kulkas, pilih-pilih apa yang mau dimakan. Mau masak yang lumayan complicated atau sekedar mie instant. Kalau kerja di kantor, semua harus dipersiapkan dari rumah. Jalan ke hbf, naik bis trus sambung kereta. Ketemu banyak orang dan menghirup udara segar. Sampai di kantor ketemu teman-teman seruangan, sapaan selamat pagi dan sedikit basa-basi. Hidupin komputer, sumbat earphone dan mulai kerja

Hujan salju malam ini

Jendela itu cukup luas untuk menampung pandang mereka Lurus menghujam langit mengendus atmosfer damai yang menyeruak seketika,  bersama butiran putih salju yang terantuk bola mata Kaca jendela perlahan ikut berembun oleh hembusan nafas " Aku suka salju,  tadi aku berputar-putar dalam hujan salju sebelum aku kemari" "Aku suka salju, terlalu rapuh terlalu putih dan terlalu dingin untuk disimpan dalam ingatan.." Lelaki itu  bergegas memakai jaket dan sepatunya, melambai dalam senyum, dia tak ingin melewatkan satu hujan salju lagi.. Perempuan itu masih terpaku di depan jendela, menulis dalam embun dengan jarinya "Terima kasih telah menemaniku menikmati hujan salju dari balik jendela malam ini.."

segitiga ini

Segitiga sembarang ini, satu sudutnya akan bergeser lagi. Bergeser dan bergeser, menarik kedua sisi yang lain untuk ikut merenggang sekaligus merapatkannya dalam pojok-pojok yang semakin luas untuk berbagi meski tak pernah terlalu mudah untuk terus  ada dan menguatkan karena mimpi terlepas bak meteor dalam kecepatan yang tak pernah terbayangkan segitiga, ini, dalam titik-titik yang melayang, melekat erat dalam hari dan hati merindukan sisi-sisi lain yang tak pernah patah memberi semangat

suatu sore bersama si kakak

Akhirnya saya di sini, duduk menikmati sore bersama perempuan ini, di atas meja dua cangkir teh dan pisang goreng tersaji hangat. Cuaca masih dingin, salju masih turun pelan-pelan. Perempuan itu tersenyum manis sekali, ah senyumnya mengingatkan saya pada seseorang. Dia terus saja bercerita tentang kampung halaman, keluarga dan masa lalunya. Sekali-kali saya mencuri pandang, memandangi ruang tamunya yang dipenuhi foto keluarga dan sentuhan-sentuhan di ruangan ini membuat saya merasa di rumah. Seperti ini rumah-rumah di atur di kampung kami. Dia masih saja tersenyum dan tersenyum, ah kenapa saya mau bertemu dengannya, perempuan ini semakin mengingatkan saya pada dia. Pada emailnya, setelah sekian lama kami tak bertukar kabar, „ Kalau adek singgah ke kota itu, hubungi kakak abang, ini alamat email dan nomor teleponnya.“ Lalu di sini, kami tak habis-habisnya bercerita tentang si abang-saya dan si adek kesayangan-kakaknya. Sepertinya si kakak sangat merindukan adeknya.

Februari, in the beginning..

February, sudah februari. sepertinya februari selalu tentang cinta dan perasaan. Ketika semua sudah selesai dengan euforia tahun baru, resolusi-resolusi, dan mulai melirik ke daftar resolusi dan menemukan resolusi pertama yang paling penting diwujudkan, dalam tempo sesingkat-singkatnya, adalah resolusi tentang cinta, hahaha banyak cerita yang saya dengar di penghujung januari hingga awal februari ini, dari sesama pejuang cinta. Harapan, ketakutan, kegalauan, kebahagiaan, dan penantian. Selalu satu pertanyaan yang harus dijawab, "Menunggu atau melupakan ?" Buat saya, tahun ini, awal tahun ini, semua baru, cerita masa lalu sudah tamat semua, meski tak happy ending, at least ada bagian-bagian random yang masih saya ingat.. lambaian tangan ketika kapal menjauh dari darmaga, senyum lebar, mata yang ikut tersenyum.. matahari pagi, tangga kantor, dan saya berdiri menyambut langkah pastinya di ujung jendela kaca.. semangkuk bakso, pembicaraan tentang makanan, dan berbagi

it is not fun at all

Satu lagi hadiah ulang tahun saya tahun ini, Promotionbestätigung. Akhirnya saya diterima di Fakultas Matematika dan Science untuk menjadi kandidat doktor dan bisa mendaftar di universitas sommer semester ini. Proses menjadi kandidat doktor ini sungguh tak mudah. Mulai dari master saya yang tidak di Jerman, topik research yang belum fix, dan semua paperwork yang mesti dilengkapi. Alhamdulillah dua orang supervisor saya sangat baik hati dan rajin menolong hingga saya bisa melalui proses ini pelan-pelan. Setelah menunggu satu bulan sejak disubmitt, akhirnya saya mendapat email untuk mengambil selembar kertas yang sangat penting itu. Maka kemarin terdamparlah saya di ruang tunggu dengan beberapa phd student yang sungguh menarik : Dua student yang berbicara bahasa cina. Seorang koboi dengan topi, jaket dan tas kulit. Seorang bapak, bayi yang merangkak di lantai dan mainan warna warni. Seorang backpacker dengan ransel besarnya dan tampang belum mandi dua hari. Lalu saya yang tak b