Posts

Showing posts from July, 2011

dan biarkan saya..

Dua minggu ini, tiba-tiba level beban kerja saya meningkat tajam. Jangankan buat browsing-browsing atau menulis, buat lihat jam saja saya tidak sempat. Tiba-tiba selalu ada yang berteriak, mari kita pulang sudah waktunya pulang. Sore kadang masih harus pulang agak telat karena masih harus beres2 ini beres2 itu. Lalu diantara dan disela itu semua saya masih harus dibriefing sama si bos, katanya kemarin, setengah his knowledge udah susah ditransfer ke kepala saya. Iya, benar, tapi saya selalu harus mendengarkan semua argumen dia, untuk postpone niat saya sekolah lagi. Banyak sekali argumen-argumen yang bagus, saya mengakuinya. Masuk akal dan sangat bagus, bahkan awalnya tidak terpikir sama sekali. Belum lagi kegiatan -ospek- istilah saya untuk meyakinkan saya bahwa saat ini masyarakat sangat membutuhkan saya dan sekolah masih bisa menunggu. Kalau alasan-alasan ini saya masih mau mendengar, tapi kalau sudah menyentuh zona pengelolaan pribadi seperti masalah "perempuan yang sekolah te

Your Lifestyle not your Job

Kemarin, harus dimasukkan dalam catatan sejarah, untuk pertama kalinya, saya bisa berbicara dengan bahasa yang sama dengan si Harimau. Dia terus tertawa, mendengar kata-kata saya, akhirnya dia mau mendengarkan saya. Mungkin karena apa yang saya bicarakan menarik dan masuk dalam logikanya (selama ini mungkin dia mengatakan saya selalu berbicara tentang sesuatu yang "mengambang") Mungkin karena sore itu, moodnya sedang bagus, jadi dia tidak keberatan mendengar semua kata-kata saya berkaitan dengan dia yang "tidak perduli dengan apa yang dipikirkan orang lain dan tidak perduli dengan yang orang lain lakukan" Mungkin saja, hingga akhirnya dia mengatakan hal-hal paling aneh yang pernah saya dengar kecuali dari sahabat-sahabat terdekat saya, seperti jumlah dan merk kaos kaki yang dia punya, nama bank tempat dia menabung (harusnya dia mengatakan berapa jumlah tabungannya), merk baju yang sedang dia pesan di luar negeri dan harganya, koleksi sepatunya, koleksi tasnya belum

Marhaban ya Ramadhan

Tidak terasa dalam hitungan hari, Ramadhan akan tiba. Saya selalu mellow setiap mau Ramadhan. Jadi ingat cerita-cerita Ramadhan yang lalu ketika jauh dari rumah. Meski kali ini juga agak jauh dari rumah, tapi sepertinya akan lebih berat karena housemate saya akan mengambil cuti dan saya akan home alone. Aktifitas ramadhan saya selalu biasa-biasa saja. Puasa, memperbanyak tidur siang, memilih bukaan dan sahur, shalat teraweh, tidur, sahur, tidur. Mengaji saya cicil sehalaman dua halaman. Dulu waktu masih kuliah selalu punya target buat khatam tapi akhir-akhir ini ya sedapatnya saja sampai akhir Ramadhan. Iya, benar, kok malah terjadi penurunan kualitas ibadah semakin sudah lebih mengerti. Sepertinya malah akumulasi tidurnya yang malah bertambah. Ramadhan kali ini di kantor malah agendanya mengumpulkan data, artinya lebih banyak di luar kantor. Kalau di kantor dan mulai menggosip, eh, bisa berkurang pahala puasanya. Trus ada janji sama si Harimau buat pemotretan lokasi dan tempat berseja

Bang Rio in the morning

Pagi terbangun, ngerasa pegal di bahu dan tangan, ingatku kemaren gak ada kegiatan yang melibatkan fisik, kecuali pagi-pagi ya, pagi sebelum berangkat ke kantor, ngedorong bang rio ke bengkel. Ban belakangnya kempes. Lumayan juga, meski mesin udah dihidupkan, tetap saja, butuh usaha dan kerja keras membawa si abang ke bengkel yang gak terlalu jauh dari rumah. Sepanjang jalan dorong mendorong itu, tanpa pengalaman mendorong, aku seperti orang gila, ngajak ngobrol si bang rio. kalau gak sengaja ke gas, si bang rio langsung lompat, dan aku terpaksa berlari-lari mengejarnya. Jadi ya solusi paling bagus diajak ngobrol jadi dia anteng. cara menjadi gila nomor seratus delapan belas. hee.. Ada beberapa yang menegur, pertama tukang becak, trus seorang ibu-ibu, dengan pertanyaan yang sama, "Kenapa hondanya didorong ?" Ya, mungkin ini cara menjadi gila nomor seratus duapuluh, mendorong honda yang baik-baik saja tanpa mengendarainya. Sampai bengkel langsung disambut, dikerjakan, nongkron

the way to talk

Kalau akhirnya saya mengganti mobile phone saya, cieeeeeeee, dengan smartphone, percayalah itu karena memang sudah layak diganti. Terakhir ganti handphone tahun 2007, setia dan selalu bersama, hingga ketika di Mekkah, si HP kegerahan, sepertinya pengen mandi pake air zamzam. Hee.. intinya terjadi kecelakaan kecil di dalam tas saya, botol air saya tutupnya gak rapat dan tumpahlah airnya semua, basah semua yang ada di dalam tas termasuk HP saya yang imut-imut itu. Pulang, saya dapat pinjaman hape bekas bokap *Betawi sebelah mane?*, namanya juga hape bekas, ya error juga, angka satunya muncul sendiri meski gak ditekan, beberapa kali jatuh seh. Saya masih bertahan hingga akhirnya, ada satu momen, untuk mengganti atau membeli apapun yang agak mahal, seperti kebiasaan saya untuk membeli barang yang bisa membuat agak bahagia. Momen patah hati. Maka saya belilah hengpong baru. Semalam bbm-bbm ma teman lama, katanya, technology bind us.. iya, juga. Si mbak dimana, saya dimana. Semogalah dan buk

Episode Makan Siang

Jam makan siang, bergegas untuk meninggalkan kantor Hari ini sepertinya aku ingin melakukan ritual yang dilakukan oleh hampir setiap pasangan suami istri PNS di Kota Sabang (menurut survey terbatas) Aku menelponnya, memintanya menjemputku Perlahan turun, saling bertegur sapa dengan teman yang lain, Duduk dengan sabar menanti kedatangannya, sambil memandang langit Dia datang menjemput Duduk diboncengannya menanyakan apa yang dikerjakannya hari ini di kantor berkompromi sebentar mau makan apa dan dimana menuju warung sederhana, memilih menu makan siang sendiri-sendiri makan dalam balutan percakapan ringan tentang kami ini itu ini itu membayar dan pulang He..he.. seru juga ternyata, meski dia yang menjemput hanya seorang teman yang saya minta tolong karena motor saya di bengkel harus diambil dan nenek tidak bisa menjemput saya. Akhirnya saya merasakan pengalaman itu, pasangan pns, masih berbaju dinas, entah karena alasan tak sempat memasak atau sudah tak tahan dengan menu rantangan, lalu

aku ingin pergi

Balasan smsnya masih satu kata dua kata paling maksimal kata nenek masih untung dibalas pagi ini tidak dibalas penuh ketulusan, mengirimkan semangat untuk ujian yang ditempuhnya hari ini aku tahu, dia pasti bisa masih ada seminggu menunggunya pulang entah dengan perasaan yang sama atau suasana hati yang berubah sementara itu aku palingkan hatiku pada dia yang ada tak jauh masih juga diam tapi tak senyap sibuk dengan dunianya sendiri mau tak mau menerima dan dalam kekelaman merajut mimpi kadang membingkiskan senyum dua, kadang tiga tak pernah satu untuk semua hari yang terlewati masih jadi teman seperjalanan sebelum saling meninggalkan dan saling mengabaikan selamat hari senin, dimanapun kalian berada rindukan aku dalam balutan angin aku ingin pergi

Kunci

Hiruk pikuk, apel senin Barisan masih acak kadut, suara bincang masih mendominasi Seseorang memanggil namaku, "Sar,.." Aku melihat ke belakang, mencari arah suara "Ini.." Katanya sambil memberikan sebuah kunci Masih bengong, "Pegang saja..." Lalu aku tersenyum dan menyimpan kunci itu, berjanji akan menyatukannya dengan semua kunci-kunciku yang segambreng. Kunci, aku suka kunci. Kunci motor, kunci rumah, kunci lemari, kunci ruangan, kunci kamar, kunci gembok pagar, dan kunci mobil suatu saat. Rasanya begitu damai dengan semua kunci-kunci itu, tidak perlu menunggu orang lain, kalau mau masuk atau mengambil sesuatu. Kadang aku lupa, salah memasukkan kunci. Paling sering kalau mau masuk ke rumah, sering salah, antara kunci rumah Sabang dan Banda Aceh. Hanya saja, aku masih sangat ingin memiliki satu kunci, kunci untuk membuka hatinya lebih lebar lagi. Menunggu dia memberikan kunci itu dengan sukarela.. entah kapan, hee.. Pagi ini, kunci ruang SGDC itu aku pega

Suatu sore yang berhujan bersamanya

Sore itu dia datang. Mengetuk pintu rumahku dan memanggil namaku pelan. Aku membuka pintu dan melihatnya sedikit menahan dingin, masih ada jejak hujan di wajahnya. Dia tidak tersenyum melihatku, tapi dia memberikan aku sesuatu. Gulungan karton hitam yang tak rapi, "Untukmu.." Katanya. Aku menerimanya dalam bingung, aku masuk dan membuka gulungan itu. Sebuah foto pantai, entah dimana dalam warna yang sendu. Ada perahu-perahu yang tertambat, pasir, air, langit, awan, yang entah apa warna aslinya. Dia menyembunyikan itu dalam warna yang tak asli. Aku kembali menemuinya yang sedang menatap hujan, tidak tau mau berkata apa. Dia hanya diam dan aku diam. Bahkan aku tak bisa mengucapkan terima kasih. Ayo kita jalan-jalan katanya, lalu kami berjalan-jalan dalam diam. Kali ini ada sedikit senyum untukku.. "Jangan grogilah.." Katanya tersenyum melihatku yang salah tingkah Bagaimana bisa aku tak grogi, semua begitu tak jelas, namun terasa begitu indah. Sore ini dia tersenyum u

Antri dunk ..

Masalah antri ini, sungguh mengganggu pikiran saya. Apalagi kejadian sabtu kemaren, di sebuah toko alat tulis paling happening di Banda Aceh. Sabtu, hari terakhir libur, senin anak-anak sudah mulai sekolah lagi. Saya ditugaskan nenek buat beli price label, karena kaos jualan kami harus di tag harga. Toko penuh sesak, anak-anak sibuk mencari kebutuhan mereka dengan wajah berbinar. Saya tersuruk-suruk mencari pramuniaga, tidak tau tembak-tembakan harga itu letaknya mana. Setelah berhasil menemukan si mbaknya, dan ternyata letaknya nun jauh di atas, harus nyari tangga buat manjat. Lalu si mbak nanya, saya mau diajarin gak buat pakenya, saya bilang saya udah bisa kok, berhubung hawa toko yang semakin gerah. Saya segera berlari ke kasir, halah, antrinya gila-gilaan. Kebetulan ada dua kasir, saya tidak mengerti, apakah antriannya cuma satu atau dua. Saya mempelajari situasi, sepertinya bisa antri di kasir yang pertama dengan lebih leluasa. Pelan saya bergerak, abang-abang yang di depan saya

Tiga Pertiga

Kali ini, katakan mengapa semua tampak semakin abu-abu. Aku ingin menunggu Aku ingin melupakan Aku ingin mengatakan terlalu banyak dan aku tau kamu mendengarkan Aku ingin menulis "Nek, mana pulpen, mana pulpen.." Aku menemukan sebuah pulpen di dalam tas kerjaku Aku duduk dan mulai menulis, Please don't forget me.. I miss you so.. Aku mengamati hasil karyaku di lenganku, seperti biasa tulisan tanganku masih terlihat unik tulisan itu menari-nari dan seakan mengapung di atas kulitku Pagi ini, aku menggosoknya pelan ketika mandi hilang tak berbekas..

Dua Pertiga

Aku tau, meski apapun yang pernah ada, apapun namanya, setidaknya masih ada satu, satu yang menghubungkan kita. Apakah itu sapaan selamat malam, atau kata-kata pendek menanyakan kesehatanku.. Apakah itu tak ada artinya? tentu itu sangat berarti, kamu tidak melupakanku, terima kasih Apakah kamu mengingat pulau ini sungguh? ketika kamu berada di sana dan sibuk dengan sayapmu? Apakah semangkuk mie sedap, seperti pernah kita nikmati bersama di ujung jalan itu, benar sangat kamu rindukan? Ah, aku menyesal, tidak memaksamu menikmatinya, sebelum kamu berangkat, dalam semua perasaan yang terlalu rumit, harusnya kita duduk di sana sebentar, menukar kata, dan bukannya mengenang dalam pesan pendek.. "Hiks, aku beneran pengen mie sedap......." Semangat, semoga sayapmu tetap kuat untuk terbang lebih tinggi..

Sepertiga

Pagi, masih pagi tapi terlalu banyak keputusan yang harus diambil, memilih-memilih, menimbang, dan memutuskan untuk melakukan hal-hal yang tak terlalu sulit di pagi hari. Ada sesuatu, sesuatu yang harus dilakukan saat ini juga, mengirimkan sebuah email sederhana permintaan maaf, sudah lupa kapan tepatnya kami mulai berhenti berbicara. Aku mengetiknya tanpa berpikir, maafkan aku dan tersenyumlah untukku lagi. Pagi masih resah, tiba-tiba aku harus berada di suatu tempat mengikuti pertemuan entah dengan siapa, dan dengan langkah ringan, aku memasuki ruangan. Ternyata dia ada, entah darimana dia muncul, setelah dua hari aku menempuh jarak yang jauh mencarinya. Hari ini dia datang, masih dalam kikuk. Aku tau aku telah dimaafkan ketika dia menarik sebuah kursi dan memintaku duduk di sampingnya. Aku merangkum wajah itu, garis-garis tegas wajahnya, yang tak sering tersenyum. Dalam diam, aku menikmati hadirnya, duduk di sampingnya. "Aku ingin merokok.." bisiknya pelan meme

Belajar

Pagi ini, setelah sepuluh hari jadi orang lapangan, saya jadi orang kantoran lagi. Terkukung ruang, dengan pendingin ruangan, yang memberikan kesejukan buatan dan kenyamanan yang berbeda dengan angin yang biasanya mengobarkan jilbab saya. Suasana kantor masih sepi, dan saya memulai rutinitas dengan menulis blog, setelah sekian lama tidak sempat duduk manis dan menulis. Jadi survey udah selesai, tetapi data belum selesai diolah. Sudah dua hari kami berguru, belajar, demi menuntut ilmu, melalui hutan, dan menempuh jarak 30 menit perjalanan, saya rela duduk menyamping, menahan pegal, karena memakai rok dibonceng motor. Seperti biasa, tidak ada yang mudah dalam menuntut ilmu, dan akan selalu ada kebahagiaan, ketika belajar sesuatu. Belajar, dimana, dengan siapa saja. Berguru, kali ini dengan adek kelas yang mau meluangkan waktu diantara padatnya jadwal menyelamnya. Makasi buat semuanya dek :) Ya, tidak benar kalau semua PNS itu seperti "itu", tidak, kami tidak biasa. Kami suka be