Posts

Showing posts from August, 2017

the art of asking why ?

Jika suatu saat kamu mampir di sini, atau malah tersesat di sini, sempatkanlah membaca apapun yang aku tulis untukmu. Tulisan-tulisan ini mungkin jadi pengobat kangenmu, ketika kita jauh dan tidak bisa  lagi berkirim kabar setiap harinya seperti saat ini. Aku persiapkan ini semua khusus untukmu karena tulisan-tulisan ini lahir karena kamu dan semua ceritaku yang ingin aku kamu tahu. Maka, jika suatu saat kamu kangen padaku (aku tidak akan bertanya mengapa kamu tiba-tiba kangen), boleh jadi cerita-cerita atau puisi-puisi yang aku tulis ini, akan jadi perantara kangenmu. Aku pastikan, tidak akan ada yang tahu kalau kamu kangen aku. Aku menulis banyak puisi untukmu, meski aku sudah kirimkan langsung untukmu, tak ada salahnya membacanya lagi berulang kali, agar tak perlu aku jelaskan, apapun yang aku tanyakan, apapun yang aku diskusikan, apapun yang aku garisbawahi, selalu berkaitan tentangmu. dan jika masih ada waktu, maukah kamu yang malah menjawab pertanyaanku, mengapa cerita

satu tanda tanya tentang rindu

Baginya, segala sesuatu harus ada alasan bahkan untuk sebuah kata rindu Bagi saya, segala rindu ini tidak akan pernah terdefinisikan bahkan setelah dipikirkan dan dipersiapkan jawabannya (karena saya tahu dia pasti akan bertanya alasan rindu saya) Rindu ini semacam panggilan pulang kepada percakapan dari hati ke hati dari suatu pemakluman tentang perasaan-perasaan terdalam yang bersangkutan dengan kami karena baginya, saya adalah rumah dan bagi saya, dia adalah tempat kembali dari perjalanan riuh mencari makna mempertanyakan cinta dan memutus rindu

tentang petualangan mencari sepiring siomai bandung pada tengah hari yang terik di Banda Aceh

Rasa perih masih tersisa, di kulit tangan dan wajah, akibat jilatan matahari kota Banda Aceh yang garang sepulang mencari sepiring siomai. Entah kenapa, pengen banget makan siomai, jika tidak dapat bolehlah batagor atau empek-empek atau bakso (ini pilihan paling mungkin) Sudah jam sebelas ketika saya memutuskan mengikuti kata hati, dalam keinginan yang sudah dipelihara beberapa hari terakhir. Gegara terkenang, siomai ibu RW di pengkolan bateng, cuma ngesot saja dari kosan. Makanan penyelamat dari lapar kalau terlambat balik dari kampus dan makanan di warung sudah lenyap disikat mahasiswa yang kelaparan. Makanan yang paling mudah dijangkau kalau tiba-tiba di kos dan kelaparan. Sebenarnya siomai ibu RW biasa saja, wanginya lumayan, rasanya standar,tapiii murah meriah. Sambil nunggu pesanan dibuat, saya biasanya melihat ke jalanan bateng yang heboh dengan angkot yang ngetem dan canda tawa mahasiswa yang mondar-mandir di depan warung. dan siang tadi, entah kenapa saya sampai juga

the art of being happy woman

sungguh sulit menjadi perempuan yang biasa-biasa saja. setiap perempuan adalah makhluk yang luar biasa, yang selalu diikuti lampu sorot, meskipun bukan foto model, selalu saja ada bagian yang bisa dikomen dari kehidupan seorang perempuan, negatif atau positif, namun biasanya lebih banyak negatifnya. jadi diperlukan sebuah seni, untuk menjadi perempuan bahagia, "bahagia" di sini, merupakan konsep yang abstrak dan bebas interpretasi. Intinya, saya ingin woles, slow, gak mau mengikut trend, yang tabah dengan pilihan hati, merdeka menentukan pilihan, dan tidak perduli dengan apa kata mayoritas. Misalnya, bebas memilih mau dandan atau tidak, mau gendut atau tidak, mau ketawa ngakak atau diam-diam saja, mau tetap di grup whatsapp atau keluar dari grup whatsapp, mau di rumah saja atau ngopi di luar, mau travelling sendiri atau beramai gembira, atau mau kawin atau tidak. Pilihan-pilihan menjadi bahagia itu selalu ada, tapi terkadang sulit untuk memilihnya karena berbagai maca

featuring the next step of my PhD journey : revision

Hari ini, akhirnya saya selesai merevisi satu chapter dari disertasi yang dikomen sepenuh hati oleh supervisor tercinta yang super sibuk. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk merevisi satu chapter? Lima minggu. Saya tidak punya excuse untuk menjelaskan mengapa sebegitu lama. Itulah waktu yang saya butuhkan untuk bekerja setiap hari menulis ulang bab pertama dari disertasi saya itu. Setiap hari adalah peperangan yang sengit, antara duduk mengerjakan revisi, atau meninggalkan pekerjaan itu untuk dikerjakan kapan waktu. Minggu pertama, kedua, dan ketiga saya harus balik lagi ke rutinitas PhD researcher yang sudah enam bulan saya tinggalkan : membaca dan mencari jawaban. Minggu ke empat dan ke lima inilah, masa inkubasi telah selesai dan saya mulai menemukan kembali ritme menulis yang konstan. Jadi, jangan tanya kapan saya selesai. Let it flows, saya akan menjalani ini dengan sabar dan mindfulness. Saya yakin perjalanan setiap PhD student berbeda dan inilah jalan yang terbenta

Ayo kaum perempuan, sekolahlah setinggi-tingginya !

Saya tidak setuju kalau ada pendapat yang mengatakan ilmu hanya didapat dari pendidikan formal, misalnya S1 S2 atau S3. Ilmu bisa didapat dimana-mana, mulai dari dapur sampai teras rumah tetangga. Kalau akhirnya saya sekolah sampai S3, itu murni pilihan pribadi saya. Saya suka sekolah. Sekolah adalah tempat yang membuat saya rindu-rindu tapi benci, sayang. Rindu sekolah disebabkan sekolah mempertemukan saya dengan manusia-manusia yang baik hati dan tidak sombong. Sekolah memberikan saya sahabat-sahabat sepanjang hayat, yang menyayangi saya apa adanya. Benci disebabkan oleh ulangan, ujian, pekerjaan rumah, assignment, dan sekarang revisi yang tak ada habisnya. Saya beruntung, lahir di keluarga yang sangat mendorong perempuan untuk mengejar prestasi tanpa batasan apapun, bahkan pernikahan. Ibu saya menyelesaikan S1 dengan membawa-bawa saya ke kampus dan S2 ketika kami sudah besar-besar. Belum lagi tante saya yang menyelesaikan doktor di usia lebih dari setengah abad. Lalu jika

my life @instagram

Awalnya dulu punya instagram, postingannya selalu tidak ada saya, cuma pemandangan, benda, kopi, kaki, atau bayangan ceiilah.. haha.. Alasannya jaga privasi. Sejak di Banda, sudah mulai posting foto diri, meski belum ada selfie. Alasannya, I need to see my life @instagram. Hidup yang hanya ada bahagia, hidup yang saya kurasi, my perfect life. Sehari-harinya, mana ada seperti itu. Daster, rambut kusut, meja kerja berantakan, ngopi sampai lupa foto, dan hal-hal lain yang jelek sampai biasa-biasa saja. Sebagai generasi milenial, meski bukan gen Z, saya juga ikut-ikutan menikmati media sosial dengan rasa agak takut tapi pengen. Misalnya, foto-foto yang diposting di instagram tidak diambil berkali-kali dan captionnya tidak dipikirkan dengan sungguh-sungguh, seadanya saja, yang penting upload. Akunnya juga dikunci, cuma punya teman segelintir dan follow akun yang benar-benar menarik minat saya saat ini : buku, tempat makan, organic products, inspirational quotes, kota banda aceh, dan cow