Posts

Showing posts from April, 2010
akhirnya hujan turun juga setelah sekian lama peluh membungkus tidurku dan mimpi membuatku gelisah mimpi membuka gerbang menuju masa-masa tak bertuan akulah yang bingung mencabuti detik dimanakah ini ketika kita saling menatap kapankah ini ketika kamu menyelam jauh ke dasar samudera apakah ini hatiku yang kamu pinjam dari masa lalu hati milikku lalu kita kuyup dalam hujan setelah semua gerah bertepi dan terkumpul dalam rangkum yang benar benar kalau kita harusnya lebih berusaha menyatukan kembang tidur karena hanya itu yang kita miliki, sayang.

Djakarta Ketika Djingga : Agaknya aku mulai berani menulis "Djingga" di Djakarta

mulai hari ini semua tentang Djingga pasti kucairkan seperti warna biasa yang ada di semesta ini supaya langit sore di Djakarta ini bisa ku pendarkan pada batasnya kalau kemaren aku tak mampu bermain ditemaram rembulan setelah Djingga, sekarang aku mau bermain bersama warna yang lain karena luas kebodohan tak kan pernah ada batasnya seperti langit senja sebelum malam selama ini aku juga tidak pernah cerita kepada langit biru karena derai canda tawa itu pendek apalagi senyum manis matahari Djingga tak pernah bisa nanar pada celah-celah langit di sore hari yang biasa aku lewati sekarang aku lagi ingat cerita itu pernah melewati garis cakrawala di sore ini karena romantis itu melirik malu-malu, beradu tatapan dan tertunduk lalu tersenyum hangat dan kemudian terbahak-bahak bersama dan ketika kita sadari itu kita kembali terdiam sepanjang Djingga merona dan selama waktu jatuhnya senja di Djakarta, aku akan menyambut malam dengan kerendahan yang bersahaja ___________________________________

DAN TERNYATA TERTUNDA SAJA

-puisi dari seorang sahabat yang ditinggalkan dengan manis sebagai komen- thanks uti seiring sejalan simponi ada dua siluet bersatu di tepian pantai dua tubuh berangkulan bersiluet kala jingga merona senja tak mudah semudah angan-angan yang sederhana difantasi ternyata disisi lain kala siluet itu ada harmonisasi nuansa biru dua irama dalam nada tritonis berbaur harmoni nada-nada yang indah, nada-nada cinta diantara nyiur adalah harmonisasi yang ternyata menyatu bersatu nian kian berpacu dalam segenap angan sementara saja sekedar rindu ombak pada bibir pantainya lalu pergi lagi dan lagi dan ketika sekarang yang tersisa potret siluet berbingkai mesra hanya tertunda sejenak menunggu waktu yang pasti datang diiringi harmonisasi saling merindukan, melupakan ternyata dan ternyata waktu terus menyibak putih pasir diantara rindu yang akan terlupakan mulai sekarang tentang keyakinan yang samar wujudnya... ternyata. ___________________________________ - Uti - Jatinagor, 19 April 2008 April 22, 2
akhirnya dia datang tapi bukan untuk mengaum bersamaku akhirnya dia singgah tapi tidak berniat berburu di hutan belakang rumah dan ketika akhirnya dia pergi kali ini sambil menghapus jejak cakarnya dengan sengaja harimauku, semoga dalam perjalanan pulang kamu dibaui pemburu
semua akan terlampaui berlalu begitu saja dan janji akan mengendap terlupakan dengan mudah besok milik siapa saja yang berani menoreh luka -pastinya aku tidak begitu berani mencoba-
akhirnya bingkisan itu datang juga liburan -seminggu- pemberian Tuhan aku syukuri sambil mengenang aku tidak terbiasa berlibur dalam resah (selamat tinggal siang penuh haru dengan remote di tangan) terima kasih Tuhan, aku menikmatinya sangat semoga liburan selanjutnya aku habiskan di luar kota :)
untukmu akan aku kirimkan ucapan selamat yang aku sematkan pada langit, meski hari ini terlalu gerah untuk sekedar melompat dan mendekati langit. harusnya aku mengerti isyarat yang kamu bisikkan pada angin, membuat rasaku begitu peka dan begitu tak mengerti apa yang akan terjadi. lalu seperti kemarin kita yang tak pernah tuntas, hati dan kelamku juga tak tuntas menghitung waktu yang kita habiskan saling mengabaikan, aku pura2 tau kamu telah menggantikanku dengan seseorang ucapan selamat tinggalmu, dalam balutan pesan pendek, menanyakan kabarku, sebelum kamu melangkah pergi dalam deru hujan, kali ini tanpa toleh.. -untuk lelaki yang berjanji membangun sebuah rumah kayu untukku- untukmu akan kutuliskan puisi tentang kemarin yang semakin samar tersimpan dalam memori. sudah seberapa jauhkah kita berjalan menembus dua hujan yang berbeda? menggelapkan sisi terang kita karena terlalu takut merusak satu kenangan tentang kemurnian kanak-kanak yang menambatkan kisah kita dalam dekade yang tak se
Katamu aku harimau Kataku kamu yang harimau Lalu seperti dua ekor harimau kita terancam punah terkukung di habitat sendiri dan kesepian (aku mungkin, kamu entahlah) Dua harimau, kamu aku tak nyaman saat berdekatan terasa janggal saat bersama sedikit penasaran saat berjauhan berputar-putar pada pencarian hidup yang tak berujung : semoga di ujung kebosanan ini, kita tidak saling menerkam atau melukai 7-2-10 tak bisa tidur memikirkan seekor harimau yang menyanyikan lagu rock and roll =)
waktu aku menunggu saat yang tepat menulis kembali merangkai kata dan sedikit sisa-sisa rasa menulis membuatku menunggu waktu untuk mencari rasa dalam kata yang mengalir liar aku masih belum menemukan makna rona rasa kata terantuk-antuk pelan dari susunan papan huruf ujung jari telunjuk tersalut tinta hitam kali ini aku tak perlu mencetak dan menempel di dinding kali ini kataku kubiarkan terbang dan tak terkurung kertas dan tinta
selalu menyenangkan bertemu teman dari masa lalu dimana kita bertemu dulu tidaklah penting lalu kita bertemu lagi di sini pastilah penting cerita baru cerita lama selalu ada cerita satu jam kemudian ucapan selamat tinggal lambaian tangan sampai bertemu lagi hidup memisahkan terlalu jauh dan tak ada jalan kembali kecuali ketika kita bertemu lagi -semoga-
Bang Ridho Rhoma, bersenandung pelan dalam ruang penuh permainan bercakap-cakap seadanya Bang Ridho masih bernyanyi menyayat hati sekilas membawa terbang duka lara mengaburkan masa dan tempat aku dimana Bang? ajari aku menyanyi dangdut aku ingin berjoged bukan dangdut sendu aku ingin menangis Bang ridho, bang ridho, mari kita berjoged
mellow mellow burung layang-layang ; swallow kegilaan sangat ; gellow sapaan pelan; hallow sebebas burung yang aku ingin rutinitas ini membuatku gila dan dalam hiruk pikuk hari, aku hanya bisa menyapaMu pelan.. -tersuruk, dalam sujud penuh peluh- Tuhan, beri aku seminggu libur
seharusnya bisa kutumpahkan semua atau aku teriakkan lelahku kuburkan terang dan gelap mencengkeram kemarahan membungkus merayu agar menumpahkan amarah dalam pelan, tak lagi mengejutkan dalam teriak, mungkin lebih membosankan makian, kata2 tak penting sepertinya cukup memuaskan makian dalam bahasa film-film (sudah lama tidak memaki) meski akhirnya ketika kata itu keluar aku kehilangan diriku yang tak pernah memaki amarah ini memakiku dan memakuku (hilang sudah selubung kepura-puraan) seharian yang melelahkan kututup dengan kemarahan