Capung tadi malam, darimu

Pagi ini, kantuk merengek-rengek minta ikut ke kantor. Seperti anak kecil yang tak rela berpisah dengan ibunya yang akan berangkat bekerja.

Aku coba mengganjal mataku dengan segelas tablet vitamin C yang larut dalam air. Buihnya belum selesai  pecah ketika aku teguk terburu-buru. Semalam waktunya tidur, aku malah merasa segar bugar. Darahku bagai dialiri kafein pekat. Mataku tak mau terpejam. Pikiranku terbang dibawa lari capung hitam  ber-ktp NTT. Tuhan, siksaan apalagi ini, aku butuh tidur. Besok hari aku harus apel senin jam delapan pagi. Lewat tengah malam aku baru bisa tidur, tidur yang dipaksakan karena hatiku masih bermain-main dengan capung nakal itu. 

Lelaki, setelah bertahun-tahun, kenapa percakapan-percakapan sederhana kita masih membuatku susah tidur? Kenapa aku masih bisa tertawa seperti itu? Kenapa aku masih bisa mendengar kepak kupu-kupu di perutku?  Aku pikir, aku sudah selesai dari semua perasaan yang membuatku sulit tidur. Entah sudah berapa kali, aku merasakan ini dalam satu dekade. Aku tidak akan melarikan diri lagi, hidup ini terlalu rentan. Paling tidak semua sudah aku katakan padamu, dan kepada capung hitam yang pagi ini, masih bertengger di meja kerjaku. 

Ah, aku semakin merindumu, kapan kita bisa bertemu, duduk dengan segelas kopi dan berbicara tentang migrasi burung, capung, dan pekerjaan-pekerjaan kita yang tak ada habisnya. Lelaki, aku menunggumu di pulau ini.


Popular posts from this blog

menulis serius

Mimpi Masa Muda

Cut Abang dan Cut Adek Sabang 2011