tentang petualangan mencari sepiring siomai bandung pada tengah hari yang terik di Banda Aceh

Rasa perih masih tersisa, di kulit tangan dan wajah, akibat jilatan matahari kota Banda Aceh yang garang sepulang mencari sepiring siomai.

Entah kenapa, pengen banget makan siomai, jika tidak dapat bolehlah batagor atau empek-empek atau bakso (ini pilihan paling mungkin)

Sudah jam sebelas ketika saya memutuskan mengikuti kata hati, dalam keinginan yang sudah dipelihara beberapa hari terakhir.

Gegara terkenang, siomai ibu RW di pengkolan bateng, cuma ngesot saja dari kosan. Makanan penyelamat dari lapar kalau terlambat balik dari kampus dan makanan di warung sudah lenyap disikat mahasiswa yang kelaparan. Makanan yang paling mudah dijangkau kalau tiba-tiba di kos dan kelaparan.

Sebenarnya siomai ibu RW biasa saja, wanginya lumayan, rasanya standar,tapiii murah meriah. Sambil nunggu pesanan dibuat, saya biasanya melihat ke jalanan bateng yang heboh dengan angkot yang ngetem dan canda tawa mahasiswa yang mondar-mandir di depan warung.

dan siang tadi, entah kenapa saya sampai juga di keutapang di warung bubur ayam, siomai, dan batagor bandung "Ki Sunda". Meski ada beberapa pilihan lain yang bisa diambil tapi motor saya melaju menembus keriuhan kota banda aceh menuju keutapang, menyusuri jalan-jalan yang jarang-jarang saya telusuri. terlalu jauh dan terlalu panas.

Maka ketika si teteh menghidangkan sepiring siomai, lengkap dengan kol, telur, dan kentang, saya makan dalam hening. Rasa siomainya tidak  seperti dalam ingatan, tapi lumayanlah. Ini yang saya cari siang ini, siomai saya dapat, tapi kenangannya tidak.

mungkin memang harus ke bogor lalu naik angkot ke kampus dalam itu sambil memunguti kenangan.

dan ketika pulang, saya sudah lapar lagi karena jauhnya perjalanan yang saya tempuh..

Popular posts from this blog

menulis serius

delapan jam

Interview Masuk SMP