Catatan tentang perjalanan mengunjungi Andalusia

Saya yakin teman-teman sudah pernah mendengar tentang buku 99 cahaya di langit eropa. Bahkan mungkin ada yang sudah pernah membaca atau membelinya.

Saya, sampai saat ini, hanya pernah menonton filmnya di Bioskop, bagian pertamanya, yang sejujurnya, berada di bawah ekspektasi saya. Padahal saya dan adik saya, bela-belain menontonnya ke bioskop, dalam kunjungan kami yang singkat ke medan, kami menyempatkan diri menonton di Bioskop. Hanya karena kebesaran nama buku tersebut.

Namun, hingga saat ini, saya tidak ingin membaca buku itu. Saya percaya, setiap buku ada waktu yang tepat untuk dibaca. Setiap buku, tidak harus dihabiskan. Seperti ketika saya membaca Alchemist atau tidak pernah bisa membaca laskar pelangi hingga tuntas.

Bedanya, buku 99 cahaya di langit eropa ini, garis besarnya pernah diceritakan oleh teman saya yang membacanya. Waktu itu, cara dia bercerita sungguh mempesona hingga membuat saya bertekat mengunjungi tempat-tempat yang diceritakan di buku itu.

Maka, ketika april kemarin saya bertemu kembali dengan teman saya yang pernah bercerita tentang isi buku, saya mengajaknya dengan serius untuk mengunjungi andalusia,spanyol, salah satu negara yang memiliki jalinan sejarah islam yang kental.

Seminggu sebelum ramadhan, kami berpetualang mengunjungi Granada, Cordoba, Seville, dan Barcelona. Pindah dari satu kota ke kota lain, dengan target yang agak gila, melihat sebanyak-banyaknya.

Maka air mata saya menetes tak terbendung saat mengikuti tour di sebuah sekolah al-quran pertama di granada. Atau ketika mengunjungi mesjid-mesjid yang dijadikan gereja.

Hal paling gila yang pernah saya pikirkan sebelum melihat langsung tempat-tempat itu adalah, saya ingin salat dua rakaat di mesjid-mesjid itu. Saya sama sekali tidak berpikir mesjid itu sudah menjadi sesuatu yang berbeda. Anehnya, saya masih merasakan sejuk dan damai ketika berada di dalamnya. Ketika berdiri di depan mihrab, dan setidaknya saya masih bisa berdoa, melantunkan doa dan salam untuk pejuang-pejuang Islam pada masa itu.

Perjalanan ini membuka mata saya, tentang kebesaran agama saya. Betapa banyak peninggalan sejarah yang tak terkira indahnya, tingginya. Ukiran, arsitektur bangunan dan taman, pohon-pohon jeruk, dan berbagai cerita yang menyentuh hati datang dari masa lalu.

Setiap perjalanan selalu menorehkan warna, ah, mungkin kali ini malah menorehkan cahaya. Masih ada Turki dalam daftar negara yang ingin saya kunjungi, semoga Allah Swt memberikan kemudahan untuk saya mengunjungi bagian dari kepingan sejarah islam di eropa itu tidak lama lagi. Amiiin





Popular posts from this blog

menulis serius

Mimpi Masa Muda

Cut Abang dan Cut Adek Sabang 2011