Suatu Hari di Bandara Kuala Namu

Saya sudah selesai salat dan makan lontong terburu-buru ketika penumpang lain mulai mempertanyakan nasib kami yang tak kunjung jelas. Seharusnya pukul sepuluh pagi kami sudah berangkat ke padang. Sudah hampir empat jam menunggu. Tidak ada dari pihak airlines paling keren dan paling mahal tiketnya itu memberikan jawaban yang memuaskan. Semua penumpang mulai gelisah, mungkin karena lapar. Tidak ada informasi yang jelas. Saya sendiri sudah dua kali bolak balik bertanya. Tidak ada yang bisa dipercaya dalam proses negosiasi.

Hingga akhirnya, proses adu mulut itu berhenti ketika pihak airlines menghilang begitu saja. Kali ini tanpa penjelasan yang pasti, apa yang harus dilakukan penumpang. Pukul empat sore, penumpang yang senasib terlihat makin sedikit. Saya berinisiatif bertanya tentang keputusan apa dari airlines buat kami yang tersisa, yang duduk sangak dan masih berpikir, apakah ada solusi terbaik untuk kami. Ternyata petugas airlines di ruang tunggu menyarankan kami untuk menemui costumer service. Saya lalu ke costumer service dan sekali lagi mendapatkan pelayanan yang sangat tidak memuaskan. Tidak ada pilihan selain refund atau menjadwal ulang tiket. Penginapan sama sekali tidak disediakan.

Setelah mendapatkan uang, saya booking tiket lion air buat keesokan hari ke padang. Jam 6 pagi. Tetap saja tidak ada jaminan besok pesawat akan berangkat. Saya memikirkan untuk pulang ke banda saja. Kamis harus kembali ke bonn, dan alam tak pernah bisa diprediksi. Memang sebenarnya tanggung, sudah sampai medan. Sedikit lagi, dan sedikit lagi itu ternyata terlalu berisiko. Bagaimana jika saya tidak bisa balik ke banda hari senin?

Saya menelpon tante yang ternyata sudah bersiap menjemput ke kuala namu. Saya juga menelpon uci, mengatakan kondisi mental saya yang terlalu kecewa dan sedih dengan pelayanan penerbangan. Uci menyerahkan semua keputusan kepada saya. Jadi, saya membeli tiket pulang ke banda malam ini. Keputusan yang gila, tapi mungkin ini yang terbaik.

Hape saya lowbat dan saya titipkan ke counter lion untuk dicharge. Saya menepi di restoran cepat saji, memesan double burger, menertawakan hari saya yang sangat lucu. Jam tujuh pagi berangkat dari banda aceh, menunggu enam jam di bandara kuala namu, menerima telepon dari adik saya di melbourne, menelpon call center airlines dan mengisi form complain. Setidaknya hari ini, hari yang tidak biasa. Setidaknya bisa membuat saya berkontemplasi di ketinggian, menikmati awan, merenung, dan terbang. Bukankah itu sudah cukup?

Dan hal paling absurd, tadi saya sempat memposting rencana travelling ke padang ini di facebook. Terpaksalah saya hapus posting itu. Semoga akhir pekan saya menyenangkan di banda aceh.

Popular posts from this blog

menulis serius

Cut Abang dan Cut Adek Sabang 2011

Mimpi Masa Muda