My Ndut

Pagi ini, saya bermimpi bertemu dengan adek bungsu saya yang imut-imut. Dia memakai seragam SD dan sedang memasukkan sesuatu ke dalam tas sekolahnya dengan serius. Dasi merahnya terpasang miring, dan ketika saya menyapanya, wajahnya kelihatan tidak senang. Saya suka sekali melihat wajah cuek itu, menggemaskan sekali.

"Titou kelas berapa sekarang?" Tanya saya
"Kelas dua "

"Gurunya siapa ?"
"Ibu Nelly "

Saya tidak ingat lagi percakapan kami selanjutnya, karena saya terbangun oleh suara tangisan saya sendiri.


Saya paling tidak suka menangis dalam tidur, tapi sesekali itu terjadi.

Entah kenapa saya menangis, tapi mungkin di bawah alam sadar saya, saya memikirkan dengan sungguh-sungguh keadaan si ndut di Melbourne sana.

Percakapan-percakapan panjang kami belakangan ini tentang perjuangan dan kesabaran di tahun pertama kuliah di luar negeri. Setelah masa bahagia mendapat beasiswa berakhir, maka akan ada masa satu semester atau satu tahun untuk dihabiskan berkeluh kesah, tersesat, menangis sedikit, menangis banyak, hilang rasa, hilang arah, tidak melakukan apa-apa, melakukan ini itu tapi tak ada hasil yang signifikan, dan menyesali diri.

Proses adaptasi ini mungkin tidak sama, tergantung bagaimana cara berproses kita, apakah cukup sabar, cukup bersyukur, cukup tenang, dan cukup percaya diri. Kata "cukup" di sini takarannnya tidak tentu, bahkan mungkin tidak ada pernah ada kata cukup.

Sore ini, setelah lunch dan section meeting dengan supervisor saya, secangkir capucino caramel, dan beberapa slide presentasi yang belum jadi, saya teringat wajah imut adik saya yang saya kangeni itu.
Presentasi saya akhir bulan ini sungguh membuat tidur saya tidak nyenyak juga.

Hai ndut, bertahan dan terus berjalan, kita pasti bisa. Ingatlah waktu SD dulu, ketika setiap hari ke sekolah adalah saat-saat membahagiakan ..

Popular posts from this blog

menulis serius

Mimpi Masa Muda

Cut Abang dan Cut Adek Sabang 2011