Blink

Sengaja membongkar-bongkar flash disk mencari puisi norak ini . Ah, waktu memang sekedip dua kedip saja, sudah berapa lama waktu itu berlalu? Lalu ketika minggu ini, si abang kedip ternyata sedang berada di kota yang hanya berjarak 4 jam perjalanan kereta dari Bonn sini, maka seperti kedipan mata. Dunia yang kecil, bersinggungan dititik yang sama, tapi tak pernah berjalan bersama..

So, abang Blinking, meski kita tak bisa bertemu, menyadari dirimu, dalam zona waktu yang sama saja, sudah cukup buat kita merayakan masa lalu dengan membaca puisi ini :)


b-l-i-n-k

[teruntuk abang kedipku]

Sapa aku karena aku tak jemu tunggu satu atau dua kata

Ajak aku terlebih-lebih bila kamu tak ingin sendirian

(sepertinya aku tak perduli kamu hanya ingin tanpa satu tujuan yang selalu ingin aku kamu milikinya)

 
Lalu kalau saat ini aku  menulis beberapa kata lagi

Setidaknya ada kesan hadirnya kamu dalam hariku

 
Titik-titik senyummu ringkaskan

aku tak mungkin terus berdebat

 
Adamu tiadamu

Ternikmati sepenuh-penuhnya ragu

 
(untuk sekedar beritahuku, Aku lagi ingin nonton film Aku suka sepatu yang “itu”

Aku suka makan miehun Aku tidak mau tinggal di Jakarta yang selalu macet)

 
Abang, senangku hanya sekedip saja

Kedip, berkedip, satu kedipan, lalu hilang
 
(satu sore 27 feb 2006 bersama si kedip)

 

                                            

Popular posts from this blog

menulis serius

Cut Abang dan Cut Adek Sabang 2011

Mimpi Masa Muda