bianglala


Ketika lusa lalu saya dan teman-teman mengunjungi satu lagi pasar malam yang riuh rendah di Dortmund, tiba-tiba teringat pengalaman bertahun lalu pengalaman pertama mengunjungi keramaian sejenis.



Malam minggu itu, saya baru pulang les dari LIA Bogor di BS. Tidak sendirian pulang kali itu karena ada seorang adik kelas yang les juga di tempat yang sama. Biasanya kami pulang berdua, makan malam dulu karena kalau tiba di Darmaga penjual makanan sudah tak ada lagi.

Setelah menghabiskan satu porsi nasi goreng dan bercerita panjang lebar (konon adik kelas saya itu akhirnya memilih pindah dari IPB dan jurusan yang sesuai dengan bakat berkomunikasinya yang luar biasa di UI) kami naik angkot pulang.

Tengah jalan menuju Darmaga, tiba-tiba kami melihat keramaian pasar rakyat. Spontan dia mengajak saya turun dan menikmati pasar malam di tengah sawah itu. Kami turun dan bergabung dengan masyarakat sekitar. Penjual bakso, kacang rebus, dan kembang gula. Anak-anak berlarian.

Permainan yang ditawarkan sangat sederhana dengan keselamatan yang tak terjamin. Bianglala seadanya itu mengeluarkan bunyi-bunyi aneh ketika berputar. Entah kenapa dalam rasa bahagia yang tiba-tiba datang, logika jadi tak jalan. Kami memutuskan untuk naik bianglala dan ketika sudah diatas, jantung saya hampir copot. Sungguh mengerikan tapi juga menyenangkan. Bianglala bergoyang-goyang dengan hebohnya.

Kami tertawa-tawa dan sangat bahagia dengan segala spontanitas yang kami lakukan.
Maka ketika saya naik bianglala yang sangat besar dan keren di dortmund, saya jadi teringat bianglala saya yang pertama. Rasanya lebih exciting dan menyenangkan meski mungkin saya tidak akan pernah berani mengulangi lagi pengalaman itu ..


Popular posts from this blog

menulis serius

Cut Abang dan Cut Adek Sabang 2011

Mimpi Masa Muda