10 days summer


Maka tertegunlah saya, ketika tante itu masih mengenali saya. Sejak umur berapa saya mulai jadi pelanggan sarapan paginya yang enak. Lontong sayur, nasi gurih, mie besar, mie kecil, ketan dengan gula merah, lupis, dan yang saya paling suka, sesekali dia suka menjual kue apam dan bakwan. Mungkin sejak sekolah dasar, dengan uang dan pesanan yang harus diingat, berapa bungkus nasi pakai ikan apa, atau lontong ditambah lupis beberapa.

“ini sari, kan...” sapanya penuh semangat.

“Mau beli apa sari...” Saya masih diperlukan seperti anak kecil itu, yang harus mengingat dengan seksama pesanan orang rumah.

Lalu mengalirlah obrolannya, penuh semangat. Saya lebih banyak senyum dan menjawab pendek-pendek. Mata  tak lepas memandang hidangan penuh selera.

“Iya tante, kalau pulang, harus jajan di sini, kangeeeen..”

Entah kangen apa yang terobati ketika membeli sarapan paginya. Ya, hanya saja, sedikit nostalgia, melirik kiri kanan jalan kampung ini yang semakin hijau menuju rumahnya. Menyapa dan tersenyum dengan orang-orang saya kenal sebagai warga kampung lama, teman nenek saya, teman tante saya, teman ibu saya, teman adik saya, melambatkan langkah, berbincang sejenak tentang si anu si itu. Begitu terbiasa menjadi invisible yang tak mengenal dan dikenal siapapun. Ah, di kampung ini, mereka bahkan mengenal saya sejak saya hanya seorang anak kecil.. 

Popular posts from this blog

menulis serius

Mimpi Masa Muda

Cut Abang dan Cut Adek Sabang 2011