Stadtbummeln

Stadtbummeln (SB) adalah salah satu kata yang kami pelajari di kursus. Artinya kurang lebih jalan-jalan keliling-keliling untuk melihat-lihat di Kota. Biasanya yang dilihat bangunan bersejarah, Landmark, atau Museum. Jalan-jalan ini merupakan sebuah kebiasaan “orang sana” yang sudah mendarah daging. Kalau orang sini, ogah banget ya jalan-jalan yang konon efek sampingnya membesarkan betis yang memang sudah besar. Hahaha

Hanya saja, setelah dipikir-pikir, sebagai orang kampung yang sedang berada di Jakarta, Stadtbummeln ini harus dicoba. Setidaknya sebelum Stadtbummeln di negeri orang, sebagai anak muda yang cinta Indonesia 100% maka haruslah Stadtbummeln di negeri sendiri dulu. Jadi pagi itu di kelas, sudah dicetuskan ide SB menyusuri jalan-jalan bersejarah di daerah Menteng khususnya jalan yang jaman SD saya dulu sering disebut-sebut. Saya ogah, kurang seru SB ke sana.

Menjelang pulang, rute SB diubah sama tour guidenya. Setiap kali SB ada yang nge-guide berhubung yang lain belum familiar dengan rute-rute SB. Kali ini agendanya ke Mesjid Istiqlal trus makan malam di Monas. Berhubung ibu-ibu dandannya agak lama, maka berjalan kaki seperti yang direncanakan sejak awal dialihkan dengan naik bemo. Aha, teman saya tidak bisa membedakan antara bajaj dan bemo. Bajaj dibilang bemo. Urusan bajaj bemo ini sungguh tak penting untuk dibahas sementara waktu maghrib semakin dekat.

Tiba di Istiqlal, bajaj yang dinaiki bertiga itu, agak terbatuk-batuk. Kami berfoto-foto sebentar sebelum masuk mesjid. Ini kali pertama saya ke Istiqlal. Hahaha, jadi malu, kalau ke mangga dua saya sering. Rasa haru memenuhi rongga dada saya, ah, akhirnya kesampean juga salat di Istiqlal. Maghrib selesai saya mengaji pelan menunggu Isya. Saya mengintip teman-teman cowok saya yang sedang mengaji dipimpin imam Istiqlal, tampang mereka agak tegang. Waktu isya masuk tak lama, suara beduk ditabuh, maklumat disampaikan kembali oleh petugas mesjid, salat isya dengan khusyu’.

Selesai salat, semua sepakat, perut sudah minta diisi. Saya kemudian bertanya tadi mereka mengaji apa di mesjid. Ternyata itu pengajian rutin, awalnya pak Imam menghafal surat, dan mereka agak tegang karena berpikir mereka diharuskan menghafal surat, sementara mereka tidak bisa hahaha. Ternyata oh ternyata hanya disuruh membaca sebaris dan dibetulkan tajwidnya. Menarik sekali.

Kami singgah di warung Padang. Langsung memilih menu dan bergegas menuju Monas. Ah, saya sungguh tidak suka dengan acara menyebrang jalan yang seperti Fear Factor. Kami yang perempuan menjerit-jerit melihat kenekatan teman-teman cowok yang memotong jalan tanpa rasa takut dan sabar. Alhasil saya menutup mata saya ketika menyeberang sambil berpegang pada teman saya. Sungguh gila.

Tiba di Monas, kami mengitari Monas sambil melihat-lihat tugu yang merupakan Landmark Jakarta. Monas ramai malam itu. Ada yang sedang bersepeda, duduk-duduk, dan berjualan. Ada juga yang kelaparan seperti kami yang langsung menggelar koran (hasil minta di warung) dan duduk meramien. Meramien alias makan bersama sambil memandang Monas sungguh nikmat. Kata teman saya, kalau di depan mesjid Raya Baiturrahman, pasti banyak kali yang kenal. Malu.

Tidak lama, hujan pelan turun. Niat untuk nongkrong lebih lama lagi dibatalkan. Kami segera beberes dan berjalan pulang. Ya jalan kaki, kan SB, ya harus jalan kaki. Jalan kaki bersama teman-teman ternyata menyenangkan, meski tetap lelah, tapi penuh canda tawa. Rombongan orang kampung ini akhirnya berhasil melakukan SB. Setengah jam kemudian kami sampai di Kos dengan senyum.

Popular posts from this blog

Interview Masuk SMP

Lelaki tempatku bercerita

My ten years challenge