Jakarta membuatku bisu


Ya, Jakarta membuatku bisu !

Selama di Jakarta saya tak sempat menulis. Banyak sekali yang bisa ditulis sebenarnya, hanya saja, begitu sulit untuk dikeluarkan. Makanya blog ini tak pernah di-update, dan saya berhenti menulis email untuk sahabat saya yang kemudian bertanya, mengapa saya tak pernah mengirimkannya email lagi. Jakarta membuatku bisu, jawab saya lugas.

Sebenarnya kesalahan ini bukan salah “Jakarta” saja. Ini sebenarnya mekanisme yang sudah pernah saya alami sebelumnya, ketika kuliah harus menggunakan bahasa asing. Bahasa Indonesia saya mengalah, mundur sebentar, memberikan ruang untuk kata-kata baru yang menyerbu tiba-tiba seperti hujan yang turun di Jakarta. Kata-kata baru itu sebenarnya juga kebingungan, mau disimpan dimana, lalu mau diapakan lagi? 
Terlalu banyak, terlalu asing, terlalu cepat dan terlalu sulit untuk diapa-apakan.

Maka tiga minggu ini, saya jadi agak pendiam, bahasa Indonesia pelan, bahasa Inggris kehilangan wibawa dan bahasa Jerman saya sangat malu-malu. Alhasil di kelas, ibu guru, selalu menyuruh saya belajar lebih rajin, banyak membaca, dan menghafal kosa kata baru.

Hingga datanglah ujian sertifikat itu, yang membuat saya kehilangan rasa percaya diri. Terlebih sebelumnya dalam masa persiapan ujian, nilai menulis saya selalu di bawah rata-rata. Parah, jangankan menulis dengan baik, mengerti apa yang disuruh tulis, saya tidak bisa. Lalu hal ini membuat saya meragukan kemampuan saya menulis dan tergalau-galau dalam usaha menulis dalam bahasa Jerman.

Alhamdulillah saya lulus, ujian pertama yang penuh kesan itu. Pelan-pelan saya mengintip nilai schreiben/menulis saya. Hmm, paling tinggi dibandingkan nilai mendengar, membaca, dan berbicara. Nilai yang sempurna, surat dengan 30 kata yang dirangkai dengan penuh kegalauan. Saya tersenyum, tersenyum, senang sekali.

Selama ini menulis membuat saya bahagia, semoga akan selalu seperti itu. Ternyata Jakarta tidak membuat saya bisu !

Popular posts from this blog

Interview Masuk SMP

Lelaki tempatku bercerita

My ten years challenge