tentang kami perempuan
Khutbah Idul Adha kali ini, di Mesjid kampung saya itu,
membuat saya bertanya-tanya. Begitu banyak tema yang bisa dipilih berkaitan
dengan Qurban dan Haji, mengapa oh mengapa Khatib masih saja membahas tentang
betapa berdosanya kaum saya yang tidak menutup aurat dengan sempurna.
Mungkin topik itu sangat mudah, selalu menarik, dan membuat
pendengar terkesima. Mungkin bahasan tentang perempuan yang seperti itu cocok
sekali untuk segala cuaca, segala keadaan dan segala kesempatan. Saya hanya
terdiam dan menunduk. Ibu saya berbisik,
“Perempuan lagi yang kena...”
Saya ingin sekali mendengar sekali-kali khatib mengomeli dan
menyindir laki-laki yang tidak salat Jumat, laki-laki yang tidak berpuasa di
bulan Ramadhan, laki-laki yang masih duduk-duduk di kedai kopi padahal azan
telah berkumandang, laki-laki yang mengkonsumsi minuman keras dan judi, laki-laki
yang melakukan KDRT, laki-laki yang selingkuh, laki-laki yang tidak memenuhi nafkah
untuk keluarganya, laki-laki yang menikah lagi tanpa seijin istrinya, laki-laki
yang korupsi, laki-laki yang merokok di
ruang ber-ac atau di kenderaan umum.
Jarang bahkan hampir tidak pernah, lelaki itu di-judge
di depan Jamaah Idul Fitri, Idul Adha, bahkan terawih karena khatib adalah
lelaki. Kami kaum perempuan hanya bisa mendengar dan bersedih dari shaf-shaf
belakang.
Saran saya, kalau mau ceramah berkaitan dengan topik
tersebut di atas, adakan research kecil-kecilan, berapa persen perempuan yang
belum menutup aurat di Banda Aceh ini? Tampilkan angka, kumpulkan data dan
tunjukkan fakta. Bukan hanya sekedar generalisasi-generalisasi. Kalau boleh
bandingkan juga dengan lelaki-lelaki yang masih bercelana pendek yang
berkeliaran di jalanan.
Sungguh saya berharap suatu saat nanti, akan lebih banyak
siraman rohani yang menyejukkan jiwa dan penuh cinta untuk perempuan. Entah
kapan...