Membaca Buku


Akhirnya saya membaca buku “Bumi Manusia” karangan Pram. Sebenarnya lima tahun yang lalu, seseorang sudah merekomendasikan saya untuk membaca buku itu. Sepertinya dia sangat menyukai gaya bertutur Pram dan isi buku itu. Setiap diskusi kami tentang buku pasti diakhiri dengan bujukannya supaya saya membaca buku itu. Saya hanya tersenyum, saya paling anti membaca buku karena rekomendasi. Lebih tepatnya gengsi. Halah. 

Selama ini saya selalu memilih buku berdasarkan kesadaran saya sendiri. Saya punya selera dan selera saya tidak karena orang yang banyak membaca buku itu atau menyukai sebuah buku. Sebenarnya tergantung siapa yang merekomendasikan bukunya.  Kalau si ndut yang rekom pasti saya baca karena selera kami hampir sama.

Balik lagi ke buku bumi manusia, saya sudah bertemu dengan trilogi itu di Perpustakaan Flinders. Flinders Library punya satu rak buku besar yang isinya novel atau buku dalam bahasa Indonesia. Buku-bukunya jarang saya lihat di Indonesia, koleksinya bagus, dan pastinya tidak perlu rebutan buat meminjamnya. Hanya saja, saya meletakkan kembali buku-buku pram itu. Masih belum tertarik.

Seminggu lalu, buku bumi manusia itu bersembunyi dibalik buku-buku di beujroh. Kali ini entah kenapa saya mengambilnya. Seakan-akan saya belum pernah tau tentang buku itu. Saya membacanya setelah semua komik jepang yang dipinjam tuntas. Saya tak sadar menghabiskan baris demi baris hingga hampir tengah malam saya baru selesai membaca setengah. Pelan-pelan saya melompat dan melompat. Tekat bulat, harus selesai malam itu. Selesailah saya membacanya. Kombinasi scanning dan skimming untuk setengah bagian buku terakhir.

Sebenarnya saya sudah mempersiapkan diri untuk membaca buku yang bagus. Bagian awal buku itu bercerita tentang perang aceh. Susunan kata-katanya tak biasa. Lalu jangan tanya tentang isi buku itu. Masih harus dicerna dan didiskusikan. Pastinya saya lagi malas mikir, membaca saja sudah begitu menyenangkan. Saya tidak memikirkan isinya. Saya agak penasaran dengan lanjutan ceritanya. Sayang, buku kedua dan ketiga mungkin dipinjam orang. Mungkin saya harus menunggu, hingga mungkin kapan dimana saya bertemu lagi dengan buku itu. Ya, semua ada waktunya..

Popular posts from this blog

Interview Masuk SMP

Lelaki tempatku bercerita

My ten years challenge