Tradisi Meugang di Aceh

Puasa hari kedua, saya baru balik ke kantor. Suasana masih sepi, masih sulit untuk kembali ke irama yang sama sebelum puasa.

Suasana Ramadhan terasa sekali, jalanan lebih legang, dan tanpa sengaja tadi tercium aroma ikan goreng tetangga saya yang berbeda keyakinan. ehm..

Meugang kemaren, dua hari dan sehari sebelum ramadhan mulai, suasana hiruk pikuk. Hampir semua sudut kota Banda Aceh dipenuhi pedagang daging meugang. Meugang merupakan tradisi masyarakat Aceh memotong sapi/lembu sebelum ramadhan. Konon dulu sejarahnya rakyat Aceh hanya mampu memotong sapi atau makan daging saat ramadhan, sehingga daging yang dipotong itu harus diawetkan menjadi Sie Reboh dan Sie Balu agar tetap bisa dimakan dalam waktu setahun.

Jangan kira dengan banyaknya sapi yang disembelih harganya jadi murah, tentu saja tidak. Konon harga daging sekilo bisa mencapai seratus duapuluh ribu rupiah. Mungkin paling mahal se-Indonesia.

Tradisi meugang mulai berkembang dengan acara antar mengantar daging yang sudah diolah atau yang kemarin saya merasakannya, diundang makan siang. Senangnya, menu sajian daging-dagingan, diolah dengan lezato.

Waktu meugang juga ramai yang berziarah kubur, ini menjadi seperti ritual. Membersihkan makam dan berdoa. Kuburan massal korban tsunami ramai diziarahi. Mungkin masih ada duka yang tersisa setiap menjelang ramadhan yang harus dituntaskan.

Overall, saya senang bisa merasakan ramadhan di rumah, kali ini diijinkan untuk berbuka di rumah sama si bos. Meski si bos tadi bertanya " Apa bedanya berbuka di rumah hari pertama atau hari ke tujuh?"

I don't know, pokoknya beda aja..he..he..

Popular posts from this blog

menulis serius

Cut Abang dan Cut Adek Sabang 2011

Mimpi Masa Muda