Rumah Baca

Rumah baca itu tersembunyi, dalam deretan toko yang baru dibangun. Aku dibesarkan di kampung ini, aku mencoba mengingat, rumah seperti apa dulu yang ada di sana sebelum pertokoan itu mengubah wajah kampungku. Letaknya tak terlalu jauh dari mesjid, di sisi jalan yang sangat aku kenal, jalan dharma. Aku hanya perlu berjalan lima menit dari rumahku, sangat dekat tapi entah kenapa baru dua minggu yang lalu aku mampir.

Rumah baca itu, akhirnya aku dapat meminjam buku di sana. Aku menyukai rak yang menyudut, menyimpan berbagai macam komik yang memanggil-manggil untuk dibaca. Komik-komik yang menceritakan tentang dunia lain yang tak pernah aku singgahi kalau tak membuka lembar-lembarnya. Rumah baca itu sangat nyaman, buku berjajar rapi, ruangan berpendingin dan layanan akses internet nirkabel. Hanya saja masih sangat sepi, entah aku datang pada waktu yang tak biasa.

Aku melirik sekilas perpustakaannya, koleksi buku yang agak berat. Untuk meminjam buku koleksi perpusatakaan ini tidak dipungut biaya. Aku menghindari buku-buku yang berat dan bergerak pelan ke rak buku yang penuh dengan novel pop yang ringan dan manis. Memilih beberapa dan tersenyum gembira karena aku tidak perlu membeli dan hanya menyewa untuk dapat menikmati petualangan-petualangan konyol tentang cinta.
Jika akhirnya aku harus membayar, tentu saja itu tidak masalah. Toh, mereka harus menambah koleksi bukunya dan itu hanya salah satu cara mereka tetap bertahan ketika tidak ada lagi funding yang mau membiayai sebuah rumah baca. Rumah baca ini mengingatkanku pada perpustakaan komunitas ketika di adelaide dulu. Favoritku Unley City Library, yang sangat nyaman dengan koleksi buku melimpah ruah. Keanehan yang sangat indah, buku boleh dipinjam sebulan dan boleh meminjam buku sebanyak-banyaknya tanpa batasan jumlah.

Setidaknya, rumah baca itu mengobati kerinduanku akan buku-buku yang baru dan wangi. Buku-buku yang tidak dijual di toko-toko buku di banda aceh. Meski hanya seminggu sekali, aku rasa itu sudah lebih dari cukup. Dimana ketika buku bagus dan baru masih dalam plastik yang biasanya disimpan dalam lemari terkunci dapat mudah dibelai dan direngkuh. Setidaknya, aku masih bisa membaca, menikmati saat-saat santai larut dalam kata dan kalimat. Tersenyum karena ada yang baru, sebuah rumah baca. Berharap akan lebih banyak tempat-tempat seperti ini di Banda Aceh, berharap memiliki lebih banyak teman yang mencintai membaca dan merasa sangat terbantu karena tak harus membeli buku untuk memuaskan hasrat membaca.

Popular posts from this blog

menulis serius

Mimpi Masa Muda

Cut Abang dan Cut Adek Sabang 2011