Berlayar melintas samudera

Kemaren sore, sudah hampir pulang kerja, Bang Pojal memberitahukan ada tiga teman di Program Scholarship Assistance mendapatkan kesempatan mengikuti EAP Pusbindiklatrens. Aku segera membuka websitenya dan menemukan tiga nama PNS Sabang di antara 20 nama PNS seluruh Indonesia. Bukankah itu suatu pencapaian luar biasa?

Seperti biasa, ketika tawaran datang, maka begitu banyak hal yang perlu dipertimbangkan. Ini bukan yang pertama kali aku dan Bang Pojal duduk dan berdiskusi sekaligus mendorong mereka yang beruntung untuk mengambil kesempatan-kesempatan beasiswa ini. Entah sudah berapa kali.

Satu persatu mereka datang, dan kami seperti biasa selalu berbicara dalam suasana yang penuh canda tawa, karena rasanya mereka bukan sekedar "participant" lagi tapi sekarang mereka sahabat-sahabat kami.

Akhirnya kami duduk di Ie Meulee, warung sederhana, dengan view yang eksotik (you should come here sometime, bebek), dan air kelapa muda yang manis dan daging kelapa muda yang membelai mulut. Halah. Aku pesan dua gelas, cuaca sangat panas, dengan es batu yang menyebabkan aku pilek.

Mulailah dialog dibuka. Apa masalah mereka? Apa yang bisa dibantu? dan pada akhirnya kepastian untuk mengambil atau menolak beasiswa itu.

Sampai langit mulai merah, masih belum ada keputusan yang jelas. Tak apa-apalah yang penting kami sudah bertukar pikiran. Dalam keegoisan kami berdua dengan bang pojal, berharap mereka dapat mengambil keputusan itu, agar kami bahagia, karena kami berhasil sebagai trainer.

Langit makin merah, kapal-kapal nelayan terombang-ambing ombak pelan, siap berangkat, entah apa tantangan yang di depan, apakah badai, apakah gelombang, tak pernah ada yang tau, sebelum pelayaran dimulai. Tidak akan pernah tau, sebelum kapal itu berangkat, dan tak akan pernah mudah, memulai sebuah pelayaran menuju samudera, menggapai apa yang ingin digapai, tidak akan pernah mudah

Popular posts from this blog

menulis serius

Mimpi Masa Muda

Cut Abang dan Cut Adek Sabang 2011