dan kue itu bernama kuetansi

Mari menulis hal-hal kecil, hal-hal ringan. Lupakan dulu puisi-puisi itu, suasana hati dan inspirasi tak datang menyapa. Ya, mari kita menulis tentang hal kecil seperti kue. Ya, ada kejadian bodoh yang mungkin akan terlupakan ketika tidak ditulis.

Sore itu aku dan nenek diberi tugas si mamak membayar kontrakannya. Lupa kenapa akhirnya kami yang diberi tugas mulia itu. Seperti biasa sebelum berangkat semua dicek, berhubung dua perempuan ini suka lupa ingatan.

Uang sudah dibawa, sudah dihitung ulang. Tujuan jelas, maksud jelas. Ketika sudah meluncur, nenek baru ingat, dimana-mana kalau bayar membayar harus ada bukti, selembar kertas bernama kwitansi. Berhentilah kami di sebuah kios yang menjual segalanya termasuk kebahagiaan..he..he..

Kios itu di pinggir jalan, nenek menunggu di honda, aku yang turun membeli kwitansi.

Pas aku masuk ke kios, ada beberapa pembeli yang sedang dilayani. Aku mendekat ke meja yang penuh dengan kue titipan orang yang berwarna hijau dan penuh mises warna-warni alias bolu pandan. Tetangganya bolu pandan ada beberapa kue cake sederhana yang mau tak mau menarik hati.

Mata tak bisa berpaling, kepala berpikir tak lagi jernih, tak jelas lagi sebenarnya misi yang diemban ketika honda diberhentikan di depan kios dan penuh semangat melangkahkan kaki masuk ke kios.

“Ya, mau beli apa..” terdengar suara menyapa

“Ehmm, ehmm, ada kuetansi, bang” Aku gelagapan menjawab, mata masih memandang bolu pandan dan kawan-kawan

“Gak ada dek..” Jawab si abang penjaga kios dengan bersungguh-sungguh

Matanya menatapku lalu menatap bolu pandan.

“Yang ada Cuma kue itu aja..” Katanya sambil menunjuk kue-kue tadi.

“Ha, masak gak ada bang, itu apa? “Kataku sambil menunjuk buku kwitansi yang tergeletak di atas rak rokok.

“O, kwitansi.. tadi abang kira adek tanya kue..” Lalu kami berdua tertawa-tawa

Aku terdiam, mengakui tadi aku bilang kuetansi bukan kwitansi.. he..he..

Lalu dirobeknya kwitansi selembar, lima ratus perak, aku bergegas keluar dengan tawa..

“Kenapa kamu ketawa-ketawa sar?” tanya nenek

Lalu saya ceritakanlah tentang kuetansi itu, nenek tak pernah bisa lupa tentang kejadian sore itu.

Ada saat-saat ketika kami lewat di depan kios itu dan siluet si abang penjaga kios kelihatan, nenek akan berkata..

“Kamu gak mau beli kuetansi, sar?”

Popular posts from this blog

menulis serius

Mimpi Masa Muda

Cut Abang dan Cut Adek Sabang 2011