Then Love never Wait

Saya memang agak pelupa akhir-akhir ini tapi saya ingat dia, kalau tidak salah dia anak SD sebelah SD saya. Saya tidak tau namanya, tapi wajahnya akrab sekali. Maka sore itu saya menyapanya berhubung saya bukan lagi anak SD sebelah yang hobinya berantem dengan SD dia.

Sore itu konteksnya beda, kami sama-sama menunggui dagangan kami. Lebih tepatnya jaga stand pameran. Dagangan saya seadanya, syukur diberi satu meja untuk memajang beberapa helai baju, pin, gantungan kunci dan tas yang tak seberapa dari koleksi temurui clothingline. Ramai-ramai ini dalam rangka launching visit banda aceh 2011 di taman sari. Suara band mulai bergema. Saya tersenyum dan melihat-lihat dagangannya yang sangat menarik, frame dengan aneka rupa (tak kalah dengan buatan luar negeri). Harganya lumayan juga tapi katanya dia akan beri discount 20 persen. Saya tersenyum-senyum saja.

Lalu saya ingin menuntaskan rasa penasaran saya,

“Dulu sekolah di SD sekian kan..”
“Iya” Katanya mulai memperhatikan saya dengan seksama
“Nama kamu siapa?” sebenarnya dari SD dulu saya pengen tau siapa namanya.
“Namaku A” jawabnya
“Saya Sari “ Kata saya
“Hmm, kamu temannya si anu kan, trus si itu, dan si ini “ semua nama teman cowok saya yang pernah saya liat main sepedaan sama dia dulu waktu SD
“ Iya, saya satu smp sama si anu, si itu dan si ini..”

Dan segala basa-basi itu berakhir sudah, saya kembali ke meja saya, rupanya si A masih penasaran dengan saya.. dia menghampiri meja saya

“Rumah kamu dimana ?” tanyanya..
“Masih di tempat dulu, di kampung L”

Tiba-tiba dia tersenyum dan menepuk dahinya

“Aku ingat, kamu mantannya si ini kan? Saya pernah ke rumah kamu sama dia “

He..he.. saya tertawa-tawa.. bisa-bisanya saya lupa dia temannya si ini.. iya, dia pernah ke rumah saya bareng si ini dan seperti sudah bisa ditebak kami berbicara tentang si ini. Maka taulah saya si ini sudah menikah tiga tahun sudah, dan sebagainya dan sebagainya..

“Salam ya buat dia..” dan si A masih saja tersenyum penuh kemenangan.

Ya, pertemuan saya dengan si A, membuat saya ingat, saya pernah punya cerita yang seru dengan si ini yang notabene teman dari SD. Mungkin si ini sudah jatuh cinta dengan saya sejak kelas berapa SD, buktinya cuma dia yang tidak pernah mengejek saya, selalu tersenyum dan mau kalau saya suruh-suruh. Dia yang mempersembahkan sekotak permen karet yang iseng saya minta dan kemudian saya bagi-bagikan ke teman-teman yang lain (mungkin si ini tidak jajan seminggu buat beliin saya permen karet sekotak).

Lalu beberapa tahun kemudian kami bertemu dan saya masih saja tidak percaya ketika melihat binar matanya, saya tidak percaya pada cinta jaman SD akan masih berlimpah ketika tahun terakhir kuliah saya.

Lalu setahun kemudian ketika selesai tsunami, dia datang lagi, kali ini membantu membersihkan rumah dari lumpur dengan senyum (dan mama langsung jatuh hati padanya).

Lalu dengan bangganya dia mengantar saya bolak balik dokter THT untuk membuka perban hidung saya (alergi debu tsunami membuat hidung saya disedot dan berdarah-darah dan harus berganti-ganti perban) dengan binar yang sama dan perhatian yang hangat

Lalu setiap malam sebelum tidur, dia selalu menelpon hanya untuk mengucapkan selamat
tidur dan mengingatkan saya bahwa dia menyayangi saya.

Lalu saya bekerja dan mendapat tawaran beasiswa ke negeri yang jauh dan untuk pertama kali, binar matanya dimaknai dengan kata-kata yang diucapkan tentang perasaannya, dia menyayangi saya, dan yang paling menggiurkan, menawarkan menunggu saya pulang dengan kesetiaan yang penuh (waktu seakan berhenti jika saya tidak ada, jadi kapanpun saya pulang dia akan selalu ada buat saya).

Lalu saya mengatakan mari kita biarkan waktu menjawab, atau lebih tepatnya kita lihat saja nanti, karena saya masih ingin bebas, dan semua bisa terjadi dalam tiga tahun.

Lalu saya berangkat tanpa pamit, dan berakhirlah cerita kami (tidak ada kata putus dan selamat tinggal yang memadai dari saya dan dari dia)

Terakhir saya bertemu dia, dua tahun kemudian, tidak sengaja lagi, waktu saya pulang liburan, kami sama-sama terkejut. Waktu itu saya dan dia bersama pasangan masing-masing (mungkin dia menikah dengan perempuan itu karena pasangan saya menikah dengan pasangannya setahun kemudian, he..he..)

Kalau diingat-ingat lagi, ternyata dicintai juga tidak mudah, mungkin saat itu, dunia begitu luas buat saya, dan komitmen tak begitu penting. Waktu itu, semua terasa aneh dan menggelikan, saya ketakutan dengan cinta yang begitu besar buat saya.

Saat ini ketika saya merasa kenapa seringnya saya yang mencintai tanpa ada balasan yang signifikan, sesungguhnya saya juga pernah dicintai sepenuh hati dan saya tidak berbeda nyata memperlakukannya dalam semua penarikan kesimpulan tentang cinta.
Maafkan saya ya, seperti satu judul novel kesayangan saya, cinta tak pernah tepat waktu.

Sebelum kemarin sore, sebelum saya bertemu si A, saya masih berharap dia menemukan saya lagi. Meski akhirnya si A yang menjawab pertanyaan besar saya,dengan jawaban yang paling sederhana bahwa dia sudah memiliki cinta yang lain.

Terima kasih untuk semua cinta yang diberikan untuk saya, saat-saat seperti ini mengingat-ingat membuat saya merasa sangat bahagia, saya pernah dicintai sepenuh hati.

Semoga kali lain saya sudah lebih berani membuka hati saya untuk sebuah cinta yang tak pernah mudah dan semoga kali ini waktunya tepat.

Taman Sari (Taman Saya), 28 Januari 2011

Popular posts from this blog

menulis serius

Mimpi Masa Muda

Cut Abang dan Cut Adek Sabang 2011