Beli Buku = Beli Kucing dalam Plastik

Liburan lebaran kemarin aku sempat dengan adikku mampir di sebuah Toko Buku di Kawasan Simpang Beurawe. Sudah lama aku mendengar tentang toko buku ini karena mereka pernah mengiklankan tentang sekolah menulisnya beberapa tahun lalu. Ide tentang sekolah menulis saja sudah sangat menggugah apalagi aku dengar mereka juga menerbitkan buku dari alumni sekolah menulis. Sayang di sayang karena aku hanya menghabiskan weekend di Banda dan aku tidak punya kenderaan di Banda, baru kemarinlah aku berhasil sampai di toko itu.

Ternyata koleksi bukunya sungguh membuatku bahagia, pilihan buku-bukunya sangat beragam dan mencerminkan visi misi toko buku ini untuk memberi warna baru dalam dunia per-tokobuku-an di banda aceh yang sangat memprihatinkan. Koleksi toko buku ini diantaranya buku dengan tema gender, feminisme, pergerakan, media, dan yang paling aku suka buku-buku tentang Aceh yang mungkin sangat mustahil ditemukan di toko-toko buku lain di Banda Aceh. Koleksi novel-novelnya juga sangat menantang jati diri seseorang yang mengaku pecinta novel sepertiku. Aku tahu akhir-akhir ini aku sangat terlena dengan novel metro pop dan novel dengan tema-tema ringan. Aku sulit sekali berkosentrasi dengan novel-novel dengan tingkat pemahaman yang tinggi alias malas mikir (kemalasan dalam memikirkan jalan cerita dan topik yang berat), he..he..

Setelah mengagumi buku-buku yang dipajang di etalase hampir setengah jam (judul-judul buku yang ada semuanya pernah aku lihat di resensi buku ), aku memilih bukunya Butet Manurung, diarynya yang berkisah tentang SEKOLA orang Rimbanya, Perjalanan keliling dunianya Nawal el Sadali, dan satu buku yang judulnya sangat menarik tapi masih terbungkus rapi dalam plastik. Aku beli juga buku itu karena judulnya sungguh menggoda meski tidak bisa membuka plastiknya untuk melihat isinya. Tak sabar aku baca buku itu sampai di rumah dan kecewalah aku, isinya tak semenarik judulnya. Adikku lebih tegas, ada buku yang dia suka, tapi terbungkus plastik dan ketika dia tidak diijinkan untuk melihat isi bukunya maka tak jadi dia beli. Maka hanya akulah yang gigit jari dan dia tersenyum senang.

Meskipun toko buku ini sudah berbeda tapi masih belum saja bisa membiarkan calon pembelinya melakukan satu hal yang sangat penting dilakukannya : mengintip isi buku sebelum membeli, dan itu kembali membuat toko buku ini tak beda seperti toko buku lain..

Popular posts from this blog

menulis serius

Mimpi Masa Muda

Cut Abang dan Cut Adek Sabang 2011