Djakarta Ketika Djingga : Agaknya aku mulai berani menulis "Djingga" di Djakarta

mulai hari ini semua tentang Djingga pasti kucairkan seperti warna biasa yang ada di semesta ini supaya langit sore di Djakarta ini bisa ku pendarkan pada batasnya

kalau kemaren aku tak mampu bermain ditemaram rembulan setelah Djingga, sekarang aku mau bermain bersama warna yang lain karena luas kebodohan tak kan pernah ada batasnya seperti langit senja sebelum malam

selama ini aku juga tidak pernah cerita kepada langit biru karena derai canda tawa itu pendek apalagi senyum manis matahari Djingga tak pernah bisa nanar pada celah-celah langit di sore hari yang biasa aku lewati

sekarang aku lagi ingat cerita itu pernah melewati garis cakrawala di sore ini karena romantis itu melirik malu-malu, beradu tatapan dan tertunduk lalu tersenyum hangat dan kemudian terbahak-bahak bersama dan ketika kita sadari itu kita kembali terdiam

sepanjang Djingga merona dan selama waktu jatuhnya senja di Djakarta, aku akan menyambut malam dengan kerendahan yang bersahaja
___________________________________
- Uti -
Jakarta, 2008

Popular posts from this blog

menulis serius

Mimpi Masa Muda

Cut Abang dan Cut Adek Sabang 2011