Lelaki yang menatap langit

Lelaki yang menatap langit

Sore itu selepas bermain di taman hijauku, aku tertegun menatap langit. Birunya menyampaikan sejuta rasa tentang rindu. Rindu entah pada apa. Awannya alirkan damai yang merembes seperti kapas-kapas yang menggelitiki tapak kakiku. Aku dirayu-rayu angin mengikuti arah sinar matahari yang menusuk pelan dan hangat.

Asyikku pada langit, sebentar saja. Tak jauh dariku, ada seseorang yang sedang mengadahkan kepalanya. Dia menatap dari balik jendelanya yang terlihat sangat jauh. Aku tidak yakin apakah dia bisa melihatku dengan baik. Apakah dia menyadari aku memakai gaun hijauku? Apakah dia melihat ada debu diwajahku sisa bermain tadi. Apakah dia melihat hitam kakiku berlumur pasir hitam pantai. Apakah dia tau, ujung gaunku masih belum kering karena hujan siang tadi? Aku tidak tau.

Dia juga kelihatan sangat jauh. Aku tidak bisa menatapnya bebas. Jendela itu terlalu sempit dan dia besar sekali. Sosoknya penuhi bingkai jendela itu. Apakah dia tersenyum atau menyeringai tak terlalu jelas perbedaannya untukku. Aku hanya tau lelaki itu sedang menatap langit.

Tiba-tiba, tangannya melambai ke arahku. Dia mengajakku berbicara. Dia menunjuk langit. Dia terus menunjuk langit. Susah payah aku terus berusaha melihat ke arah yang ditunjuknya. sepertinya langit kami berbeda. Langitnya berbeda dengan langitku. Warnanya asing. Mungkin biru juga tapi aku tidak pasti. Matahari menerkamku dari sudut lain. Matahari semakin garang. Aku memutuskan berhenti menatap langitnya. Aku menunduk saja. Peluh jatuh satu-satu dari dahiku. Lalu tanpa sadar, air itu, air yang kusangka hujan, juga turun. Air ini berkilauan, ini airmataku Mungkin mataku tak terlalu sanggup memandang warna langit yang berbeda.

Aku sekali lagi menatap langitku. Aku membuang pandang ke arah jendelanya. Dia masih di sana. Dia juga melihatku. Dia tersenyum, mungkin. Aku tersenyum ragu. Aku perlahan mengayun langkah pulang. Lalu terdengar sayup suara angin berbisik :

"sore, besok, aku juga menatap langit..."
"maukah kamu juga tetap berdiri di situ menatap langitmu..."
"hingga satu saat, ketika langit kita warnanya menyatu...."
"saat itu kamu dan aku bisa melihat dengan jelas, langit kita berdekatan.."

Aku berbalik arah. Hanya tinggal jendela kosong. Lelaki itu sudah tidak berdiri di situ lagi. Aku memandang jauh menembus jendela itu. Aku tak bisa melihat apapun. Tak ada pantulan apapun. Dia terasa semakin jauh.

Semoga besok kami bisa bertemu lagi dan berbicara lewat angin.
Akan kukatakan, bagiku langit teman setiaku. Jika dia ingin menatap langit bersamaku, aku senang. Aku tidak perduli apakah dia jauh atau dekat, selama langitku masih bisa kunikmati, aku akan bahagia.

Kulambaikan tanganku pada jendela kosong itu. Sampai jumpa besok...

nb.untuk dia yang tak berhenti menyapaku

Popular posts from this blog

menulis serius

Cut Abang dan Cut Adek Sabang 2011

Mimpi Masa Muda