Cerita minum kopi a.k.a Ngopi di kedai kopi yang bertebaran di Banda Aceh dikhususkan untuk Pecinta Kopi Perempuan

Sejak balik dari Jerman dan terbiasa menikmati kopi instan (di kantor), sekali-kali di Mc Kafe, atau lebih jarang-jarang di kafe-kafe cantik di seluruh kota Bonn, yang paling saya nikmati selama di Banda Aceh adalah minum kopi yang enak dan tidak merobek kantong.

Masalahnya,minum kopi atau ngopi di warung kopi, identik dengan menyeruput kopi sambil ngobrol ngalur ngidul sampai berjam-jam.

Ngopi sendirian (apalagi seorang perempuan), yang tidak ditemani siapa-siapa, kelihatan agak menyedihkan (jomblo, gak punya teman, malas ketemu orang karena nanti ditanya kapan beres disertasi atau kapan kawin sementara pacar saja.....) haha.. curcol

Meski Aceh merupakan daerah yang menerapkan syariat islam, tetapi (anehnya dan Alhamdulillah) perempuan diterima hangat di kedai kopi. Ini sebenarnya agak mengejutkan buat saya. Selama pengalaman saya ngopi sendiri, tidak pernah mendapat pandangan yang mengasihani dari siapapun (khususnya lelaki) di kedai kopi.

Percobaan ini (ngopi sendiri) awalnya adalah sebuah keterpaksaan karena tidak ada siapapun yang bisa diajak sementara saya begitu ingin minum kopi. Lama kelamaan menjadi sebuah kebahagiaan yang saya nikmati, cuma fokus ngopi dan tidak yang lain-lain. Percakapan yang muncul kemudian adalah dengan diri sendiri dan jauh lebih mendalam.

Kedai kopi kesayangan saya meliputi Rebbe di Lampineung, Sada di kampung Mulia, Kaffa di Teuku Diblang dan Solong di Ulee Kareng. Keempat kedai kopi ini selang seling saya datangi.

Menurut saya, hal yang paling menantang adalah ketika masuk ke kedai kopi, beberapa mata akan terang-terangan memandang atau melirik sembunyi-sembunyi. Kalau di Sada, biasanya saya langsung menyapa baristanya dan memesan kopi yang saya inginkan.Ini adalah trik untuk mengalihkan perhatian. karena kalau bicara dengan barista artinya kopinya mau dibawa pulang, meskipun..

Setelah itu, saya selalu memilih meja yang bebas asap rokok. Duduk sambil menunggu pesanan saya dengan manis. Jika membawa bacaan atau ingin merevisi tulisan, maka saya langsung bekerja dan tiba-tiba kopinya sudah datang.

Lalu, minum kopi dengan khidmat. Saya lebih suka minum kopi ketika hangat, kalau udah dingin, sudah gak terlalu nikmat. Akibatnya, kopi saya selalu habis dengan cepatnya.

setelah itu, saya biasanya langsung pulang karena memang niatnya ya minum kopi.

Sapaan yang biasanya saya terima dari abang-abang pelayan kedai kopi  "Sendiri saja hari ini ngopinya ?"

Atau "Kok cepat kali ngopinya ?" ini karena ukuran 45 menit ngopi terlalu sebentar untuk ukuran orang Aceh.

Keuntungan sampingan dari ngopi sendiri adalah bisa ngobrol sama barista, dan berhubung pengetahuan tentang kopi saya tidak banyak, obrolan dengan barista ini lebih banyak saya yang jadi pendengarnya. Hanya saja, saya belum menemukan barista yang keren, gondrong, dan gak lupa memakai gelang etnik di tangannya. Jadi, ya itu, tidak terlalu menarik juga buat saya haha..

Jadi kesimpulannya, Banda Aceh masih sangat-sangat ramah pada perempuan. Perempuan masih disambut dan disambit di kedai kopi dengan kopi yang lezat. Ini adalah salah satu indikator yang valid untuk ukuran kebaikan sebuah kota.

dan buat saya itu lebih dari cukup, meski banyak hal yang tidak bisa dilakukan di Banda Aceh, setidaknya, ngopi sendirian, atau ngopi sama kamu, tetap saja memberikan satu kebahagian di hidup saya sebagai perempuan.

Ngopi dimana kita besok ?









Popular posts from this blog

menulis serius

Mimpi Masa Muda

Cut Abang dan Cut Adek Sabang 2011