Calang, My third field research areas

Sejak awal, ketika memilih ibukota kabupaten aceh jaya ini sebagai salah satu field area untuk research saya, saya agak khawatir.

Pertama, saya belum pernah ke Calang, jadi saya tidak bisa memperkirakan medan apa yang saya hadapi untuk research saya.

Kedua, saya tidak mengenal banyak orang di sabang, mau nginap dimana dan bagaimana nanti mobilitas di sana masih tanda tanya.

Info awal yang saya dapat, calang hanya kota kecil dan sangat susah untuk bisa menemukan narasumber yang kompeten di sana. Hingga saya pernah memikirkan untuk menyewa research guide.

Entah kenapa, akhirnya semua mengalir begitu saja. saya tiba-tiba ingat ada Surya, teman kuliah yang sekarang bekerja di calang dan ada Yulizar, adek kelas saya yang juga bekerja di sana.

Maka berangkatlah saya bersama pipit teman saya yang menjadi asisaten research saya. karena kekhawatiran itu tadi saya memutuskan membawa asisten researcher.

Akhirnya saya tinggal di rumah Surya, dan banyak dibantu oleh Surya dan keluarganya. Saya minta tolong Imar, teman saya yang ternyata juga di tinggal di Calang, untuk mencari seseorang yang bisa mengantar jemput pipit ke untuk janji interview dan saya sendiri pinjam motornya surya untuk janji bertemu saya.

Hari pertama tiba, saya langsung menghubungi narasumber pertama saya. Pak Mirwanda dari Jaringan Komunitas Masyarakat Adat (JKMA) Aceh Jaya. Saya sangat kaget bercampur senang karena pak Mirwanda menawarkan diri menjemput dan mengantar saya untuk interview beliau di kantornya. Tidak ada angkutan umum sama sekali di Calang dan saya sore itu belum meng-arrange transport. Besoknya beliau membantu saya kembali mengunjungi rumah pak Kepala Mukim dan beberapa NGO lokal untuk saya interview. Bantuan yang penuh spontanitas dan tulus ini sungguh membuat saya terharu biru.

Untuk janji interview di kantor-kantor pemerintah, saya banyak dibantu oleh Pak Cut Arif dari BPBD Aceh Jaya menghubungi dan memperkenalkan saya. Kekuatan koneksi dan jaringan sangat berpengaruh untuk bisa diterima dengan baik. Tanpa ada yang memperkenalkan dan menelpon langsung narasumber rasanya sungguh sulit bisa menembus birokrasi dalam waktu singkat.

Pekerjaan interview ini saya bagi dua dengan pipit. Pagi, saya briefing pipit dulu, apa yang harus dia tanyakan dan malam dia report ke saya apa yang dia dapatkan di lapangan. Pengalaman punya asisten ini, juga pengalaman baru buat saya. Dari awal teman-teman phd di Bonn menyarankan saya untuk punya satu atau dua asisten yang membantu di lapangan. Selama ini saya memutuskan untuk single fighter karena saya sangat percaya diri menguasai lapangan dan memang waktu yang dibutuhkan agak lama karena bekerja sendiri.

Hari terakhir, saya menyempatkan diri ke Meulaboh, untuk menginterview pak Dadek, mantan kepala BPBD Aceh barat yang sekarang menjabat kepala Bappeda. Awalnya agak susah membuat janji untuk interview, tapi akhirnya bisa karena saya minta tolong kakak kelas saya yang kebetulan bekerja di Bappeda untuk membuat janji langsung dengan Pak Dadek buat saya. Sekali lagi, kekuatan koneksi menghemat waktu dan tenaga yang sangat banyak.

Total narasumber yang saya interview berjumlah 23 orang di calang dan meulaboh. Saya rasa itu sudah melampaui ekspektasi saya. Pengalaman research di tempat yang belum saya kenal medannya sungguh menantang. Saya menikmati hari-hari research saya di calang.

Insya Allah, tahap kedua research, saya akan balik ke Calang. Dan saat itu, saya akan merasa lebih percaya diri untuk melakukan research di Calang.



Popular posts from this blog

menulis serius

Mimpi Masa Muda

Cut Abang dan Cut Adek Sabang 2011