Pengarusutamaan Gender

Pagi tadi, karena sesuatu dan lain hal sebenarnya karena rasa ingin tahu sangat tentang masalah gender ini, saya dan dua teman saya masuk ke Acara yang dilakukan Bidang Pemberdayaan Perempuan di Aula kantor kami.

Pemateri pertama, seorang laki-laki, membawakan makalahnya, ngobrol ngalor ngidul, membicarakan perempuan sebagai pemimpin dan sebagainya dan sebagainya, sementara saya dan teman-teman juga berdiskusi kecil-kecilan di belakang..

"Aduh, ini si Bapak kenapa ngomongin negara, kenapa gak ngomongin keluarga, berapa orang perempuan yang mampu berkiprah jadi pimpinan negara?"

Ya, dia tidak berani menyentuh wilayah domestik, wilayah rumah tangga, sedikit disinggungnya..

"Bolehlah kalau sesekali kaum bapak membantu istrinya di rumah.."

Hello, "sesekali"...ya kaum Bapak hanya "sesekali saja membantu di rumah"

Waktu sesi tanya jawab lebih-lebih aneh lagi, acara gender tapi yang bertanya mayoritas kaum laki-laki dan bertanya hal-hal yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan gender. Ada juga yang bertanya tapi sekalian menyindir-nyindir perempuan.

Saya sudah tidak sanggup mendengarnya lagi, saya ijin keluar ma teman saya, tapi dia berbisik..

"Gak papa kita dengarin apa kata bapak-bapak ini, jadi kita tau apa yang mereka pikirkan tentang kita.."

Ya, saya bertahan, kalau saya tidak tau apa yang ada di kepala mereka tentu saja tidak bisa kita menjelaskan makna sebenarnya dari pengarusutamaan gender.

Lalu giliran seorang ibu yang bertanya, kali ini dia malah memojokkan kaumnya sendiri, dengan mengatakan hal yang harusnya tidak dia katakan untuk kaumnya. Teman saya berkata..

"Sar, kadang kaum kita sendiri juga menjelekkan kaumnya sendiri, malah lebih kejam.."

Diskusi makin menarik ketika pembicara kedua, seorang ibu, yang mengerti Fiqih, dan ternyata dosennya pembicara pertama tadi yang khusus didatangkan dari Banda Aceh.

"Gender itu secara bahasa ialah perbedaan jenis kelamin, laki-laki dan perempuan"
Ini sebenarnya pertanyaan untuk pembicara pertama.

"Pengarusutamaan gender secara lugas dapat diibaratkan seperti sebuah bangunan, selama ini perempuan berada di luar bangunan atau gedung. Pengarusutamaan gender melibatkan perempuan dalam berbagai urusan, perempuan-perempuan yang selama ini di luar diajak masuk dan berkiprah."

Sesederhana itu, tapi tidak pernah sesederhana itu. Ada perbedaan dan persamaan antara laki-laki dan perempuan. Persamaan yang paling penting, perempuan berhak beribadah, menuntut ilmu, dan berbakti pada orang tua.Perbedaannya dalam masalah pernikahan, perempuan tidak diijinkan memiliki suami lebih dari satu, dan masalah mencari nafkah adalah tugas laki-laki.

Selebihnya, apalagi dalam kehidupan rumah tangga, seorang suami dan istri harus bekerja sama dalam kesalingan. Saling menghormati, menghargai, mendengarkan, menyayangi.. dsb..dsb.. Jadi, mendidik anak bukan tanggung jawab ibu saja tapi tanggung jawab suami dan istri.

Teman saya kembali berkata..
"Sar, tambah lagi kriteria buat suami idaman, mengerti tentang gender.."

He..he.. saya tertawa-tawa. Ya, kesimpulan saya, sebagian bapak-bapak yang hadir tadi mengira arti gender itu perempuan. Semoga mereka tercerahkan, seperti saya tercerahkan.

Saya juga belajar menjelaskan sesuatu tak harus dengan emosi, si ibu tertawa-tawa dan penuh humor menjelaskan materinya, tapi saya mengerti dia sangat mengerti laki-laki tetap memiliki ego yang tak bisa dilawan dengan tegas. Berbicara dengan laki-laki harus penuh trik, karena tanpa mereka sadari si ibu sudah membuka mata kaum bapak, selama ini mereka ternyata belum mengerti tentang pengarusutamaan gender.

Popular posts from this blog

menulis serius

delapan jam

Interview Masuk SMP