Desember dan cerita tentang tsunami

Akhirnya surat keterangan sebagai pengganti ijazah smu-ku selesai juga. Alhamdulillah prosesnya tidak terlalu susah dan aku hanya perlu 3 kali bolak balik ke sekolah. Bulan mei kemarin, setelah hampir 6 tahun tsunami aceh, aku baru menyadari ijazah smu-ku hilang. Hanya ijazah, aku agak kaget karena tidak pernah berpikir ijazah itu hilang. Kemungkinan paling besar, ijazahku hilang ketika ibuku menjemur dokumen-dokumen penting itu, alhamdulillah adikku sempat menyelamatkan tas berisi dokumen sebelum melarikan diri saat air yang datang. Tetap saja kertas-kertas itu basah karena proses menyelamatkan diri itu sungguh sulit.

Setelah tsunami, kami menyewa safety box di sebuah bank. Tidak ada lagi dokumen berharga yang disimpan di rumah. Awalnya repot karena setiap memerlukan dokumen harus ke bank untuk mengambilnya kemudian menyimpannya kembali. Lama-lama safety box itu terlalu penuh sehingga kami menyewa satu lagi dan memisahkan dokumen-dokumen itu menurut kepemilikan. Bulan mei, akhirnya ada safety box yang kosong yang bisa disewa dan ketika memisahkan dokumen baru aku menyadari ijazah smu tidak ada.
Aku mengurus surat polisi yang menyatakan aku kehilangan ijazah, agak malu-malu menatap adik polwan yang menatap penuh keheranan dan tersenyum simpul “helllllooo, kemana aja kak, baru nyadar ijazahnya hilang?” tanpa pertanyaan ini aku memberi keterangan “waktu kejadian itu saya tidak di sini”. Pertama kali ke kantor polisi aku tidak membawa dokumen apapun lalu disarankan kembali ke sekolah untuk membawa fotokopi ijazah.

Aku kembali ke sekolah, membuka lagi bundelan berisi ijazah angkatan 2000 jurusan ipa, masih ada sisa-sisa air coklat dipinggir kertas yang tampak rapuh. Perlahan aku mencari kertas dengan namaku. Tertegun membaca satu per satu nama teman-temanku. Dimana mereka, adakah salah satu dari mereka telah pergi ketika peristiwa itu? Aku melewati nama teman-teman sekelasku dan menemukan ijazah yang aku cari. Aku mengelus kertas itu pelan, gadis di kertas fotokopian itu kelihatan agak aneh. Aku ingat, dia terlalu takut menghadapi masa depannya, mau kuliah dimana, umptn, ebtanas, dan haruskah dia pergi dari kota tempat dia dibesarkan? Sepuluh tahun lalu serasa hanya kedipan mata.

Surat kehilangan selesai, persyaratan selesai, dan surat selesai, desember pada bulan yang sama dengan kejadian yang memilukan itu. Terkenang dengan sahabat-sahabat terbaik yang telah pergi. Kesedihan itu masih ada, aku masih mendengar cerita-cerita pilu dari teman-teman sekamarku ketika haji. Cerita sedih dari seorang ibu yang duduk di sebelahku di mesjid nabawi yang ternyata tinggal di Lhoknga. Umrah dengan seorang ibu yang mengumrahkan anaknya yang terkena tsunami dan doa-doa bersama untuk orang-orang tercinta yang telah pergi ketika itu.

Beberapa hari yang lalu aku membaca catatan yang ditulis begitu indah di internet tentang seseorang merindukan sahabatnya yang telah tiada saat tsunami (http://begundal13.blogspot.com/2010/12/aku-menulis-untukmu-sahabat.html.)Aku yakin banyak sekali yang masih ingin kita bicarakan dengan sahabat-sahabt kita yang terkasih itu. Kita tidak pernah bisa melupakan mereka pernah jadi bagian hidup kita. Desember tahun ini langit mendung dan hujan turun perlahan, kesedihan itu masih ada meski waktu berlalu begitu cepat. Semoga mereka yang telah mendahului mendapat tempat yang tenang di sisi Allah Swt. Amin.

Popular posts from this blog

menulis serius

Cut Abang dan Cut Adek Sabang 2011

Mimpi Masa Muda