dan jika bersamamu, tak ada yang tak mungkin
kali
ini, aku pulang untuk melakukan lebih banyak hal-hal hebat.
my partner in crime, pulanglah, masih banyak pekerjaan yang harus kita selesaikan, dan jika bersamamu, tak ada yang tak mungkin.
seperti cerita kita lima tahun yang lalu
(dan aku masih bercita-cita jadi warga gampong iboih)
my partner in crime, pulanglah, masih banyak pekerjaan yang harus kita selesaikan, dan jika bersamamu, tak ada yang tak mungkin.
seperti cerita kita lima tahun yang lalu
(dan aku masih bercita-cita jadi warga gampong iboih)
+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
21.8.2011
Tanggal merah kemarin, saya tidak pulang. Saya diajak ketemu ibu-ibu di tempat kerjaannya Wiwin, Iboih. Gampong Iboih ternyata amat sangat cantik dengan mangrove, terumbu karang, dan pantai pasir putihnya.
Saya memang sudah beberapa kali ke gampong itu tapi tidak pernah ketemu penduduk gampong atau melihat langsung detak hidup gampongnya.
Wiwin
membawa saya melihat sekilas gampong itu, sebelum kami ke rumah keuchik atau
kepala desanya. Wiwin sudah buat janji dengan tiga ibu-ibu untuk sesi wawancara
saya. Ceritanya saya diminta Wiwin ngebantuin menulis proposal untuk
pemberdayaan ibu-ibu. Kali ini untuk kegiatan pembuatan sabun. Sebelumnya saya
menelpon adik kelas saya yang jebolan teknologi pertanian, tanya ini itu soal
pembuatan sabun. Saya cuma ingin mendapat gambaran apakah kegiatan ini bisa
dilakukan ibu-ibu karena hasil searching-searching internet sepertinya agak
ribet juga cara membuat sabun.
Akhirnya
kami disambut dan disambit dengan ibu-ibu itu. Ibu-ibu PKK, saya sampai terharu
biru, ternyata masih ada kegiatan PKK itu di Indonesia. Ingat saya itu jaman
mama saya dulu PKK itu sangat eksis. Saya diperkenalkan sebagai “ibu sari” yang
bekerja di kantor “anu” nama kantor saya yang sangat beken itu. Saya protes
sama Wiwin, kenapa saya dipanggil ibu? Menurut Wiwin semua yang kerja
dipemerintahan kalau perempuan dipanggil ibu dan kalau laki-laki dipanggil
bapak.
Mulailah
acara ngobrol-ngobrol saya, pertanyaan-pertanyaan yang sederhana hingga yang
mereka sampai mikir buat jawabnya. Salah satu pertanyaan saya yang susah
dijawab itu “Apa cita-cita ibu-ibu berkaitan dengan kegiatan pembuatan sabun
ini?” Mungkin sudah lama ibu-ibu ini tidak ditanyakan cita-citanya. Jadi mesti
mikir dulu buat ngejawabnya.
Kesan
saya sangat positif bertemu dengan ibu-ibu ini. Penuh semangat, antusiasme, dan mau untuk belajar hal-hal
baru. Sebagian besar mereka tidak bekerja, tapi mereka sangat aktif dan
memiliki usaha sampingan cattering dan penginapan untuk turis-turis yang
berkunjung ke gampong itu.
Sebentar saja saya merasa sudah bisa menulis dengan
mudah, saya melirik Wiwin yang mukanya kemerahan digoda ibu-ibu. Sepertinya dia
sudah sangat akrab dengan ibu-ibu ini.
Siang itu Wiwin membawa saya ke dunia pekerjaannya yang memang bersentuhan langsung dengan masyarakat.
Setelah pamit, Wiwin memberikan satu pertanyaan,
Siang itu Wiwin membawa saya ke dunia pekerjaannya yang memang bersentuhan langsung dengan masyarakat.
Setelah pamit, Wiwin memberikan satu pertanyaan,
“Kenapa pemerintah daerah tidak punya program-program
kecil yang benar-benar untuk pemberdayaan masyarakat? “
Saya tau kemana arah pertanyaan itu, dunia kerja kami
memang berbeda, saya hanya tersenyum, entahlah. Sepertinya pembangunan pagar,
MCK, dan kawat beronjong lebih menggairahkan dibandingkan produk sabun buatan
ibu-ibu sebuah gampong.
Wiwin tidak memaksa saya menjawabnya, kami berbicara
tentang hal lain.
“Ceu, andai aku dilahirkan di gampong ini. Tamat SMA aku
langsung kawin, ah, pasti aku jadi salah satu ibu-ibu itu. Mungkin aku akan
punya hidup yang sangat berbeda, dengan rutinitasku mengurus keluarga dan
kegiatan Pekaka Pekiki.”
Wiwin tersenyum dan berkata,
“Mungkin Sari, mungkin..”
+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++