berkenalan
Ternyata butuh waktu untuk mengenal. Bahkan untuk berkenalan
dengan sebuah kota, entah berapa lama akan jadi karib. Kota ini dalam dua hari
yang aku kenal, hanya sebatas jendela kamar dan sepotong balkon. Gerak-gerik
tetangga di seberang rumah, kadang terekam pelan. Kadang jendela itu ditutup
tirai saja, maka kota ini hanya sebuah kamar yang karib dengan laptop dan
selimut.
Beberapa hari kemudian, berkenalan dengan jaringan kereta
yang sungguh rumit. Berjalan menuju stasiun kereta, membeli tiket di mesin,
menikmati laju dan berganti kereta. Duduk manis menikmati pemandangan dari
balik kaca, mencoba mengingat semua detil agar tak tersesat nantinya.
Butuh waktu juga untuk memberanikan diri memenuhi undangan
berbuka di kota sebelah. Berteman dingin ketika salah turun stasiun dan kembali
menikmati perkenalan dengan pusat kota, ketika harus berjalan pulang karena
sudah lewat tengah malam. Pelan-pelan mengingat arah dan belokan, membuka mata
melihat hal-hal menarik dan menikmati hampir tengah malam di negeri antah
berantah.
Sabtu pagi menjelang siang, berjalan berteman peta, mencari
toko kelontong Asia, demi beberapa makanan yang akrab di lidah. Menyusuri
jalan-jalan yang asing dan berbalik arah ketika telah salah membaca peta.
Lalu minggu, ketika semua toko tutup, di sini saja,
berkelana di dunia maya, menulis, mencuci, dan sekali lagi, memberi kesempatan
untuk merenung dalam seminggu yang dihabiskan.
Proses adaptasi dan kenalan ini memang tak bisa buru-buru,
hingga pada akhirnya menjadi semakin akrab dan betah. Untuk dua bulan yang
terhitung mundur.