Bosan
Aku sudah bosan pergi ke toko buku satu-satunya di banda
aceh ini, yang koleksi bukunya lumayan banyak. Aku sudah bosan berdiri
membongkar rak di sudut toko buku itu yang isinya “kadang-kadang” terselip buku
dengan tema jodoh. Entah berapa koleksi buku-bukuku sekarang yang tentang
“menemukan” jodoh. Ah rahasia Tuhan yang satu ini, sungguh menggelitik.
Damn, Januari, hitungan hari. Tiga puluh dua tahun, sudah
lebih dari cukup untuk dijadikan tokoh perempuan desperado di buku chicklit
yang semakin kehilangan gregetnya. Buku-buku sekarang, covernya keren, tapi
jalan ceritanya entah seperti apa. Terlalu dipaksakan.
Sementara hidupku, covernya ala kadar, jalan ceritanya ala
kadar, penokohannya ala kadar, se-ala-kadar-nya saja, tak ada yang dipaksakan.
Buktinya, aku masih dalam pencarian panjang yang semakin gelap gulita.
Makin
diselami, makin tersesat.
Misteri ini sepertinya tak ingin dipecahkan. Misteri tentang
siapa nanti yang menandatangani buku nikah di samping namaku. Siapa nanti yang
dipersiapkan untuk berbagi cerita dalam buku hidup yang pastinya tidak
ala-kadar lagi. Karena akan ada dua tokoh, dan akan ada tokoh lain yang menjadi
bintang kehidupan menggantikan ceritaku yang tentang aku menjadi hanya tentang
kami dan kita.
Menutup tahun ini, aku menyerah saja. Seperti buku-buku yang
tak pernah habis dibaca, kata-kata itu melelahkan mata. Sekali lagi, aku butuh
cerita baru, bukan pengulangan-pengulangan dan rasa sakit yang sama. Patah hati
ini sungguh membosankan.