sabar
Saya ingat waktu kuliah dulu, setiap acara wisudaan saya
selalu menyempatkan diri melihat acara wisudaan. Meski hanya dari jauh, meski
hanya sambil lalu. Terkagum-kagum melihat jubah hitam dan rumbai yang
melambai-lambai dari toga. Bunga ucapan selamat yang berwarna-warni. Hiruk
pikuk keluarga pengantar wisuda. Suasananya sungguh meriah sekaligus mengharu
biru.
Saya selalu berkata pada diri saya, akan tiba waktumu. Akan
tiba, bersabarlah. Lalu satu persatu
kakak kelas yang saya kenal diwisuda, lalu teman-teman seangkatan, kakak kosan,
dan lalu tibalah giliran saya. Rasanya ternyata seperti itu. Terlalui dengan
rasa bahagia yang membuncah. Perjuangan dan penantian tak ada yang sia-sia.
Maka tadi pagi, dalam heningnya suasana yang syahdu. Pelan
saya melihat teman saya duduk di kejauhan. Gaun putihnya berkilat, kerudung
menjuntai menambah kerlip di wajah. Perasaan itu muncul kembali, perasaan bahwa
suatu saat saya juga akan duduk di sana. Dalam getar suara ayahanda dan sahut
pasti suara lelaki yang hatinya telah mantap. Tak terasa haru menyeruak. Akan
tiba, bersabarlah..