apakabarmu wahai ransel milik dia yang pernah karib
kamu kukenali begitu saja tampak belakang, ransel yang begitu akrab ransel yang pernah memuat titipan belanjaanku ransel yang kamu letakkan hati-hati di sudut kamar apartemenku ransel yang selalu kamu bawa ketika kita berjalan-jalan ransel yang menjadi bagian dari dirimu dulu dan sore kemarin ransel itu menyapaku pelan membuatku terhempas ke masa itu ketika memanggil namamu mengetik namamu dan bisikkan namamu begitu mudah sekarang bahkan lidahku kelu bibirku kaku untuk sekedar berbagi senyum apalagi meneriakkan namamu mengalahkan azan maghrib di antara riuh pengendara yang bersegera pulang lampu merah dan ranselmu kalau bisa kita jangan sering-sering bersisian lagi di jalanan mengganggu kosentrasiku saja dan membuat hatiku sendu kelabu