Surat-surat dari Bonn
Sejak kembali ke Bonn, Setiap dua minggu sekali, aku mengirimkan surat untuknya. Dua atau tiga lembar, bolak-balik, ditulis tangan dengan tarikan yang dibuat serapi mungkin. Kertas suratnya aku robek dari buku catatan penelitianku yang bergaris biru muda atau dari halaman buku harianku yang sebenarnya sayang untuk dijadikan kertas surat, aku mencintai diariku itu, takut penuh jadi jarang kutulis. Lalu kenapa kemudian aku robek dan jadikan kertas itu, kertas surat untuk dia Surat itu dikirim dengan amplop putih, yang dulu aku beli di toko murah meriah serba ada. Jaman masih ngirit karena uang beasiswa selalu pas-pas-an. Harusnya aku beli kertas dan amplop yang memang diciptakan untuk korespondensi. Bukannya dulu aku juga mengkoleksi kertas surat dari korea yang sungguh menawan. Meski harganya dan barangnya langka, tapi memilikinya sungguh membuatku bahagia. Cuma ada satu toko yang menjual kertas surat buatan korea waktu itu, dan mengunjungi toko itu memberikan kebahagiaan yang...