percakapan pagi bersamamu
memang benar, tidak ada yang mudah didapatkan, apalagi untuk mewujudkan sebuah mimpi.
mimpimu, yang kau pikir sudah ada digenggaman, bisa saja terbang, terbawa angin, atau lepas begitu saja.
dan berbagi kesedihan adalah hak individu-individu, bahkan kepada seseorang terdekat, atau seseorang yang kamu tawarkan untuk berbagi hidup denganmu, aku misalnya.
kalau akhirnya tadi pagi kamu menceritakan semua gundahmu padaku itu semata-mata karena kemampuanku mengajukan pertanyaan, bukan berarti, kalau aku tidak bertanya maka kamu akan bercerita karena kamu percaya padaku.
bahkan dengan alasan, tidak mau tergantung kepada siapapun, tidak mau merepotkan siapapun, termasuk aku, rasanya aku sedikit tersinggung, bukannya, nantinya masa depanmu juga adalah masa depanku?
jadi, aku mengerti sekarang, kerasnya hatimu, tingginya egomu, bukan untuk aku taklukkan.
bahkan mungkin aku tidak ada di antara semua itu, seperti uluran tangan yang ditepis dengan enggan
toh, semua kata masih kata, dan ketidakpastian masih punya esok.
cuma, biarkan aku tahu, jika kamu berubah pikiran,
kalau kamu tidak butuh aku lagi di sampingmu
atau kamu bukan lagi yang terbaik untukku (meski katamu, semua orang berusaha menjadi lebih baik)
percakapan kita memental kembali, ibarat bola yang dilemparkan ke dinding keras
aku bergeming, mencari sudut, berdiri di sana, menyumbatkan telingaku dengan lagu cinta paling indah
menunggu hujan reda, menghabiskan waktuku dengan bijak
tak kuharap payung darimu, meski mungkin akan lebih menyenangkan jika kita bisa berlari dan menembus hujan ini berdua
jika sudah selesai dengan dirimu, lihat aku di sudut ini, pikirkan lagi
mungkin sebelum aku-nya yang berubah pikiran..
mimpimu, yang kau pikir sudah ada digenggaman, bisa saja terbang, terbawa angin, atau lepas begitu saja.
dan berbagi kesedihan adalah hak individu-individu, bahkan kepada seseorang terdekat, atau seseorang yang kamu tawarkan untuk berbagi hidup denganmu, aku misalnya.
kalau akhirnya tadi pagi kamu menceritakan semua gundahmu padaku itu semata-mata karena kemampuanku mengajukan pertanyaan, bukan berarti, kalau aku tidak bertanya maka kamu akan bercerita karena kamu percaya padaku.
bahkan dengan alasan, tidak mau tergantung kepada siapapun, tidak mau merepotkan siapapun, termasuk aku, rasanya aku sedikit tersinggung, bukannya, nantinya masa depanmu juga adalah masa depanku?
jadi, aku mengerti sekarang, kerasnya hatimu, tingginya egomu, bukan untuk aku taklukkan.
bahkan mungkin aku tidak ada di antara semua itu, seperti uluran tangan yang ditepis dengan enggan
toh, semua kata masih kata, dan ketidakpastian masih punya esok.
cuma, biarkan aku tahu, jika kamu berubah pikiran,
kalau kamu tidak butuh aku lagi di sampingmu
atau kamu bukan lagi yang terbaik untukku (meski katamu, semua orang berusaha menjadi lebih baik)
percakapan kita memental kembali, ibarat bola yang dilemparkan ke dinding keras
aku bergeming, mencari sudut, berdiri di sana, menyumbatkan telingaku dengan lagu cinta paling indah
menunggu hujan reda, menghabiskan waktuku dengan bijak
tak kuharap payung darimu, meski mungkin akan lebih menyenangkan jika kita bisa berlari dan menembus hujan ini berdua
jika sudah selesai dengan dirimu, lihat aku di sudut ini, pikirkan lagi
mungkin sebelum aku-nya yang berubah pikiran..