ketika hilang
Untuk kedua kalinya, saya merasakan sesuatu menyesak, ketika
menyadari sebelah sarung tangan saya hilang. Mungkin terjatuh entah dimana,
mengingat mobilitas saya hari ini bolak balik ke sana ke mari. Buka pakai
sarung tangan hari ini, dilakukan beberapa kali. Pakai kalau di ruangan, buka
kalau di dalam ruangan hingga sulit dideteksi dimana jatuhnya.
Pengalaman pertama yang lebih menyedihkan, ketika sendal
eiger saya yang baru berusia beberapa minggu jatuh dari mobil waktu mudik
lebaran. Waktu sadar, sudah terlanjur jauh, dan pas pulang balik lagi ke tkp,
tidak ditemukan lagi.
Kalau kehilangan satu dari sesuatu yang berpasangan, saya
suka bingung. Baiknya yang sebelah, yang baik-baik saja itu diapain ya? Mau
dibuang sayang, disimpan juga sayang.
Solusi paling mudah adalah dengan membeli yang baru. Saya
beli lagi sendal dengan model yang beda dan untuk kasus sarung tangan ini,
masih ada satu sarung tangan si ndut. Mungkin belinya nanti kapan-kapan.
Kadang saya mikir, mungkin pasangannya lebih sedih karena kehilangan
sejolinya. Mungkin kesedihan saya tak seberapa dibandingkan kerinduan mereka.
Hahaha, parah ni lebaynya.
Buat saya sarung tangan itu penuh memori. Belinya bareng
melon dan nenek di Bandung dan kata nenek tokonya udah tutup di jalan Braga
itu. Kalau ngeliat sarung tangan itu seketika teringat dua orang jelek itu dan
hati saya jadi hangat. Seperti kata mama saya, semua barang ada umurnya, dan
ketika kita kehilangan, kita harus mengikhlaskannya tapi kadang tak pernah semudah itu..