merasa equal
Satu pelajaran yang saya catat dari pengajian kemarin,
adalah untuk selalu merasa equal atau merasa sederajat. Merasa equal, dalam hal ini, khususnya
ditujukan untuk kemampuan dan performance saya sebagai student. Belajar menjadi
equal ternyata, bukan hanya masalah diperlakukan secara equal tapi juga merasa
equal, yang harus dimulai dari yang punya pikiran dan perasaan.
Buat saya sendiri, wujud perasaan tidak merasa equal itu
bisa dikenali dengan penundaan melakukan sesuatu, mencari momen untuk
mengatakan sesuatu, atau melupakan dengan pelan apa yang sebenarnya saya
inginkan atau butuhkan. Memang kelihatan agak tricky, yang kadang diartikan too
polite (terlalu santun) dan too stupid (terlalu bodoh) yang tidak bisa
dibedakan secara signifikan batasnya.
Tulisan gak jelas ujung pangkalnya ini ditulis saat menunggu
nasi beres ditanak, sambil memanaskan lauk yang dibungkus dari pengajian
kemarin. Suka saya masalah bungkus membungkus ini, kalau soal ini saya selalu
merasa equal untuk mengambil bungkusan sama banyak dengan ibu-ibu yang lain.
hahaha