tak akan pernah cukup
Percakapan kami biasanya dimulai ketika kantuk menyerang,
sementara di ujung sana, dia masih terjaga dalam mimpi. Percakapan sederhana,
tentang cucian, setrikaan, pakaian yang mudah kusut, dan hal-hal kecil tentang
hidup. Tak pernah terlalu serius.
Walau banyak mimpi besar yang saya titipkan padanya,
meninggalkannya di sana dengan mimpi-mimpi yang terbengkalai. Dia masih
berjuang mewujudkannya, saya di sini mengejar mimpi yang lain. Katanya tak perlu
minta maaf, tenang saja,
ada dia yang akan terus melangkah mengusung mimpi-mimpi itu.
“Andai kamu masih di sini sar...”
“Bolehkah aku ikut denganmu...”
Saya hanya tertawa, bukankah kita sudah memilih jalan yang
berbeda? Kita akan tetap seperti ini, hanya mimpi-mimpi itu yang bisa
menyatukan kita. Hanya itu saja, dan itu tak pernah akan cukup.