suatu siang yang berhujan
Ketika keluar dari kelas siang tadi, langit sudah gelap.
Saya memutuskan tak langsung pulang, menunggu hujan reda di perpustakaan.
Setelah meletakkan tas, saya duduk di dekat rak majalah.
Mengambil acak satu majalah, membuka-buka, membaca satu dua kata yang saya
mengerti.
Bosan dengan majalah, saya berjalan ke jajaran laptop di
ujung perpus. Ternyata ada teman sekelas saya, Danang sedang duduk sambil
memegang Ipad, gadget baru perpustakaan yang diletakkan beberapa di atas meja baca.
Hahaha, saya mau ngaku, saya belum pernah megang-megang Ipad
lebih dari 5 menit. Dengan penuh rasa keingintahuan, saya akhirnya berhasil
berIpad-ria, di bawah supervisi Danang.
Lalu yang paling menyenangkan, membuka google maps, menghitung
berapa detik yang kami butuhkan untuk bisa bertemu. Memasukkan nama kotanya dan
kota saya, lalu keluarlah, 300 something km. 3 jam sekian-sekian, berapa
detikkah..? Kata Danang, setara jarak Jakarta-Cirebon.
Sejauh itukah? Selama
itukah?
Ya, sungguh canggih perpustakaan kursus saya ini, memberikan
pengalaman baru untuk saya yang bahkan tak pernah berpikir untuk punya batu
tulis canggih itu. Ketika hujan reda, saya meletakkan Ipad itu kembali.
Layarnya penuh dengan sidik jari saya, waktu menelusuri jalan menuju kotanya. Masih
adakah janji untuk bertemu setiap Wochenende, ketika kita mulai saling melupakan?