luka dan saya
Kejadiannya sangat cepat, dalam hitungan detik, leher botol
kaca itu pecah ketika saya mencoba membuka tutupnya. Saya tidak menyadari apa
yang terjadi, sampai saya melihat darah yang mengucur kencang. Perih terasa,
ternyata jari telunjuk saya terluka. Darahnya sungguh banyak dan baru berhenti
sejam kemudian.
Padahal hanya satu jari yang terluka, ternyata efeknya sungguh signifikan. Mulai dari wudhu dan mandi yang harus mengangkat tangan karena kasa
pembungkus luka itu tidak boleh basah. Paling sakit kalau dibawa menulis, mau
tak mau saya gak bisa bolos, saya ada ujian besoknya. Maafkan tulisan tangan
saya yang sungguh indah dalam ujian menulis, Herr. Apalagi ketika mau mengunci
pintu, memegang sendok, sampai memakai baju harus bersusah payah. Baju kotor
yang jatahnya dicuci, terpaksa diungsikan ke Laundry kiloan. Syukurnya,
peralatan perang pribadi udah sempat saya cuci sehari sebelum kejadian
.
Jadi, nikmat apa yang saya dustakan? Ketika kenikmatan satu
jari saja sungguh sangat besar dan tak ternilai. Ketika jari saya terluka, sudah
sedemikian menderitanya saya. Galau-galau selama ini sirna seketika. Merenung
ketika membersihkan, memberi obat, membungkus luka, memandang jari yang
terbungkus kain kasa. Melihat luka yang lebar itu, melihat darah dan dagingnya
yang memerah, saya jadi malu. Ini colekan buat saya, untuk membuang semua resah
dan mensyukuri semua nikmat yang melimpah ruah yang selama ini diberikan kepada saya.
Saya terlupa. Begitu sibuk memikirkan apa yang belum saya
miliki dan melupakan yang sudah saya miliki. Kata Melon, luka saya yang dalam
itu mungkin dua minggu lagi baru akan sembuh. Pelan-pelan sel dan jaringannya
tumbuh, pelan-pelan saya akan tumbuh menjadi lebih baik. Semoga, saya akan
bersabar dan merawat luka ini sepenuh hati. Insya Allah.