kebetulan-kebetulan
Semua kebetulan-kebetulan yang terjadi dalam hari-hari saya
akhir-akhir ini, membuat saya berpikir-pikir bahwasanya tidak ada kebetulu\an
yang benar-benar kebetulan. Semua itu mungkin semua sudah digariskan, sudah
tertulis, akan terjadi, hanya saja saya masih harus menunggu semua itu terjadi.
Seperti kebetulan saya, nenek, dan mamak tiba-tiba hanya
berjarak tiga jam perjalanan travel karena kami kebetulan melanjutkan
pendidikan pada saat yang sama. Kebetulan juga ada ikram, faizin dan Meutia di
Kota yang sama sehingga kami bisa berjalan-jalan bersama-sama, dalam
kebahagiaan yang tak ada bandingnya. Tertawa dan bercanda membuang semua penat
dan gerah. Hingga saya ketika kembali lagi ke Jakarta, masih ragu, apakah dua
hari jalan-jalan itu benar-benar terjadi karena jika dilihat ke belakang,
rasaya tak bisa terbayangkan, mengingat kami dipertemukan di Pulau kecil sana,
berseragam dan bekerja di tempat yang sama.
Lalu kebetulan yang tak bisa saya mengerti, sahabat saya
akan berjarak tiga jam perjalanan nantinya di negeri yang jauh itu. Tiba-tiba
cita-citanya menjadi spouse mendampingi suami melanjutkan pendidikan terwujud.
Cita-cita saya sebenarnya sama, hanya saja waktu itu, mungkin ketika kami
mengucapkan keinginan kami, pintu pengabulan doa sedang terbuka. Rasanya
terlalu sulit, saya dimana, dia dimana, dengan semua aktivitas kami yang tak
ada nyambungnya, kecuali cita-cita untuk bertemu kembali dan bersama lagi
menikmati pengalaman tinggal di negeri orang. Dengan begitu banyaknya kota dan
negeri tujuan belajar, bisa-bisanya kami akan tinggal di negeri yang sama. Ah,
betapa hidup begitu unpredictable.
Ya, kebetulan-kebetulan lain masih banyak, hanya saja dua
cerita ini cukup membuat saya mengakui, tidak ada yang hanya kebetulan. Mungkin
ada sebab dan sesuatu maksud yang harus terjadi. Apalagi selain kata syukur
yang pantas terucap dan sedikit haru, kisah hidup ini sungguh menarik.