sahabat-sahabat jiwa
Dari awal, meski hijau, dia mengaku menyukai abu-abu. Die
Graue Frau, ya mungkin banyak sekali perempuan abu-abu di dunia ini. Saya
termasuk salah satunya. Perempuan yang tak terlalu putih tapi tidak hitam. Mungkin
itu yang membuat saya dekat dan merasa nyambung. Saya menyadari sebenarnya ‘anak’
ini jauh lebih dewasa daripada kakaknya ini. Cita-citanya, ketabahannya
menjalani hidup, dan kisah cintanya yang indah membuat ceritanya sangat menarik.
Perjuangan hidup mengharuskan kita memilih, untuk kalah atau maju jalan. Teman
sebangku saya ini yang bermurah hati meminjamkan PR nya buat saya salin atau
menjawab pertanyaan-pertanyaan saya yang berulang-ulang dengan sabar,
mengajarkan saya untuk lebih bersyukur dengan semua yang saya miliki.
Ibu guru muda ini datang ke Jakarta dengan beasiswa. Banyak
muridnya yang ditinggalkannya dan dia menunda melanjutkan ke level yang lebih
tinggi demi kembali mengajar. Saya menghabiskan masa-masa persiapan ujian saya
dengannya di perpus, berlatih menjawab soal dan berlatih berbicara.
Selang-selang waktu saya makan siang bersama, menunggu kopaja lewat, dan
menunggu hujan reda di halte, kami berbicara banyak. Tentang mimpi yang rasanya
semakin tak tergapai, tentang cinta yang penuh perjuangan, dan tentang semangat
yang datang dan pergi. Kakak, ich liebe dich, tulisnya. Saya hanya tergugu, Ich
auch liebe dich bu guru..