Demi..
Salah satu tujuan saya pulang kali ini adalah balik ke
dokter kulit setelah dua bulan konsul terakhir. Sore tadi untung-untungan saja
singgah di tempat prakteknya. Ternyata saya beruntung, pasiennya tak terlalu
banyak. Biasanya kalau tak mendaftar sejak pagi atau sehari sebelumnya harus
menunggu sampai tengah malam giliran konsul. Maka saya duduk dengan manis
menunggu sembari mengingat-ingat sejak umur berapa saya jerawatan.
Ternyata jerawat mulai mampir ketika remaja. Semua obat
jerawat pernah dicoba, pembersih muka, sabun cuci muka, sampai odol. Saat-saat
sangat desperate dengan jerawat saya suka memencetnya. Maka semakin parahlah
kondisi muka saya.
Saya mulai berobat ke dokter kulit dengan serius ketika
sudah bekerja. Sampai akhirnya menemukan si Bu Dokter ini yang obatnya lumayan
canggih mengusir jerawat.
Sejam kemudian saya mendapati diri saya berdiri di depan
kasir. Konsultasi sepuluh menit itu, memaksa saya mengorek-ngorek isi dompet.
Ah, serasa habis dirampok. Empat macam cream itu harganya sungguh
fantastis. Sedikit kata penghiburan dari
bu dokter bahwa obat itu untuk enam
bulan ke depan.
Saya tersenyum memandang deretan panjang ibu dan remaja yang
masih menunggu giliran konsul. Kami datang kemari dengan penuh kesadaran,
menyerahkan diri dengan sukarela, membuka dompet lebar-lebar, demi sedikit
kebahagian ketika memandang cermin.