Teman Temin
Sejak punya smartphone yang satu itu, saya bisa dengan mudah bertemu teman-teman
lama melalui grup yang mengundang kita karena ada pertalian sejarah.
Kemarin,
tiba-tiba saya diundang oleh grup teman-teman SMP. Meski saya dimana dan
teman-teman yang lain juga dimana, bisa berkumpul lagi dan ngobrol lewat fasilitas
messenger yang ada di smartphone tersebut.
Begitu cepat waktu berlalu, teman-teman yang dulunya masih
culun sana culun sini kini tidak lagi.
Silaturrahmi yang terputus sekian lama
bisa tersambung lagi. Temannya teman saya yang dulu waktu SMP, jangankan buat
kenalan, buat negur aja tak pernah, sekarang jadi teman di dunia yang tak nyata
itu. Dodolnya, beberapa yang saya accept berteman, saya tidak tau siapa namanya, yang mana orangnya, kelas
berapa dulunya. Bukankanh waktu bisa mengubah seseorang?
Waktu di Sabang saya pernah ketemu dengan teman anggota parte
(partai/geng/kelompok) teman sekelas saya dulu waktu SMP. Mukanya sangat
familiar, makanya saya tegur. Tiba-tiba saya ingat namanya dan ternyata benar
dia temannya teman saya. Padahal sudah lama sekali dan kami tidak pernah
berkenalan langsung. Saya mungkin secara tidak sadar menyimpan memori tentang
namanya karena dia sering ke kelas dan ngobrol dengan teman saya.
Lalu kenapa saya menulis panjang lebar menjelaskan tentang
temannya teman saya? Intinya saya ingin mengatakan bahwa pertemuan di dunia
nyata lebih complicated dibandingkan dengan pertemuan di dunia maya. Meski
saling mengenal di dunia maya atau di masa lalu, kadang kita sulit untuk
berkomunikasi atau memperkenalkan diri kembali.
Akhirnya, saya menegur temannya teman saya itu, setelah dua
bulan mengenalinya mondar mandir di Sabang yang seadanya itu. Butuh keberanian
besar untuk menegur dan memperkenalkan diri. Lalu setelah saya berhasil
menegurnya, ternyata dia tidak ingat lagi dengan saya. Setelah itu
pertemuan-pertemuan saya dengan dia, kami pura-pura tidak mengenal dan melihat
agar suasana menjadi lebih nyaman. Kemaren waktu saya lihat, ternyata dia salah
satu anggota grup smp saya. Akhirnya kami bertemu lagi dalam lingkaran
pertemanan yang sama.
Jadi menurut saya, pertemanan lewat dunia maya itu agak
sulit terjalin jika dari awal tidak ada ikatan emosional yang kuat. Meski jarak
mereka dekat dan mudah sekali melakukan kontak, tetap saja tak mudah untuk
berbicara atau malah menjadi karib. Teknologi hanya membantu mempermudah kontak
tapi tak pernah bisa membantu mendekatkan rasa. Persahabatan yang nyata bukan
hanya terjalin karena kata tapi juga rasa. Sayangnya, mengolah rasa tak
sesimpel menekan keypad dan mengirimkan smiley.
Satu sisi saya juga berpikir, semakin dewasa, kita semakin
sulit menemukan sahabat atau berteman. Teknologi membantu kita mengumpulkan
teman-teman yang terserak dan memberikan rasa aman, bahwa kita masih memiliki
banyak teman. Teman yang sudah saling mengenal dan tak perlu lagi membuka diri
menjelaskan ini dan itu. Teman yang selalu berpikir, kita masih kita yang dulu.
Teman yang seperti itu saja, sudah cukup.
Meski dalam keseharian kita masih
membutuhkan teman-teman sehati yang tak perlu banyak, namun selalu ada.