menulis surat itu ternyata ..
Sejak SD sampai SMU saya memiliki banyak sahabat pena.
Bahkan hingga kuliah masih menulis surat untuk sahabat-sahabat terbaik saya
dengan tulisan tangan, berlembar-lembar, seperti cerita bersambung. Amplop
surat selalu tebal dan saya selalu menjadi langganan pos keliling yang mangkal di
kampus.
Ketika surat digeser dengan email, saya masih menulis dengan
hebohnya. Untuk sahabat dan orang-orang spesial dengan jumlah kata beribu-ribu.
Lalu sekarang, dalam Testbeschereibung ituuuh, atau writing
test dalam bahasa Jerman yang hanya minta 40 kata menulis sebuah surat atau
email, saya terduduk lesu. Kertas jawaban penuh coretan dan tip-ex karena dalam
ujian tidak boleh menggunakan pensil, sedangkan saya tak pernah berhasil
menulis satu kalimat tanpa kesalahan.
Satu kalimat saja membutuhkan pemikiran yang panjang. Galau
dalam memahami maksud dan tujuan surat, yang tertulis dalam soal ujian. Ah,
sungguh sesuatu.
Banyak yang harus dipikirkan dalam menulis surat ternyata.
Pertama, apa sebenarnya yang ingin dikatakan. Bagaimana mengatakannya dan
menuliskannya. Bentuk kalimat apa yang sesuai. Kata apa yang harus dipakai.
Bagaimana cara penulisan kata itu. Apakah struktur kalimat sudah benar. Hingga
akhirnya apakah saya sudah membayangkan situasi si pengirim dan si penerima
surat dengan benar seperti yang dituntut dalam soal.
Serumit itu ternyata saudara-saudara. Kalau sejak saya dari
SD sudah bisa menulis surat dengan sangat terampil, mungkin karena saya menulis
dalam bahasa ibu saya bukan bahasa ibu orang yang saya pelajari ketika tak
imut-imut lagi.
Ah, menulis 40 kata itu ternyata tak mudah, bagaimana saya
bisa menulis surat yang penuh kata merayu merajuk jika 40 kata saja penuh
perjuangan. Bagaimanapun tetap semangat, tak ada yang tak mungkin. Mungkin saja
nanti postingan blog ini pun sudah didubbing dengan bahasa yang 40 kata saja
sulit. Hahaha, ya in deiner Traum..